Tivanusantara – Langkah Kapolda Maluku Utara, Irjen (Pol) Waris Agono, membentuk Tim Khusus (Timsus) Tambang Ilegal, diapresiasi. Meski begitu, kinerja Timsus tersebut dianggap hanya berpihak pada pemilik tambang besar. Pasalnya, selama Timsus itu dibentuk, penyidiknya hanya menyisir tambang rakyat ilegal milik pengusaha kecil, tapi tidak berani menyentuh aktivitas ilegal yang diduga dilakukan perusahaan tambang besar milik pengusaha kakap.
“Kami apresiasi pembentukan Timsus ini. Tapi kami sayangnya, kenapa Polda hanya berani usut tambang rakyat, sedangkan tambang besar yang diduga melakukan kegiatan ilegal justru dibiarkan. Inikan tidak adil di mata masyarakat. Ketika kami dapat kabar bahwa Kapolda membentuk Timsus, awalnya kami senang, tapi ternyata sama saja, tidak ada harapan,” ujar Direktur Riset dan Opini Anatomi Pertambangan Indonesia, Safrudin Taher.
Menurutnya, dugaan atas dijualnya 90 metrik ton ore tanpa melalui aturan oleh PT Wana Kencana Mineral (WKM) adalah praktik ilegal di depan mata, bahkan masalah itu telah diusut Reskrimum Polda. “Kami mempertanyakan kenapa dugaan masalah yang dilakukan WKM itu tidak diusut serius. Apakah Kapolda dan jajarannya takut dengan pemilik perusahaan tersebut. Kalau memang tidak bisa proses hukum WKM, sebaiknya Kapolda terbuka ke publik, supaya kami tidak berharap banyak,” tuturnya menegaskan.
Langkah represif aparat terhadap warga yang melakukan aksi terhadap perusahaan tambang PT Sambiki Tambang Sentosa (STS), setidaknya menjadi gambaran terhadap warga Maluku Utara bahwa aparat tidak begitu berpihak pada masyarakat. “Padahal kan yang dilakukan masyarakat di Halmahera Timur itu hanya menuntut hak mereka ketika perusahaan serobot lahan mereka. Dan, aksi mereka juga tidak anarkis. Ada juga PT Forward Matrix Indonesia (FMI) yang diduga melakukan aktivitas ilegal, tapi tidak disentuh. Kami berharap ada proses hukum yang adil,” kata Safrudin berharap. (xel)
Tinggalkan Balasan