TERNATE, TN – Pencopotan Sekretaris Provinsi Maluku Utara beberapa hari lalu masih dipolemikkan publik. Kali ini giliran Dosen Fakultas Hukum Unkhair, Abdul Kadir Bubu angkat bicara. Kandidat doktor hukum administrasi negara Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu menuturkan, keputusan Plt Gubernur Maluku Utara M. Al Yasin Ali mencopot Samsudin Abdul Kadir dari jabatan Sekprov definitif dan mengangkat Salmin Janidi sebagai Plh Sekprov adalah keputusan liar.

Bagi dia, langkah yang diambil M. Yasin Ali tersebut merupakan kejadian paling aneh dalam praktik tata kelola pemerintahan tahun ini. Ia menganggapkan keputusan itu itu liar, karena Plt Gubernur mendalilkan ada perintah dari Menteri Dalam Negeri, sementara perintah itu tidak terlihat dalam konsideran surat keputusan pengangkatan pejabat sementara Sekprov.

Menurut Abdul Kadir, seorang pelaksana tugas diberi tuntutan oleh Menteri Dalam Negeri melalui surat edaran 821/5492/SJ tentang persetujuan kepada pelaksana tugas/penjabat/penjabat sementara kepala daerah dalam aspek kepegawaian perangkat daerah. Artinya, seorang Plt Gubernur harus mendapat izin tertulis sebagai dasar wewenang untuk melakukan tindak adminsitrasi berupa mutasi demosi dan promosi jabatan.

“Pertanyaan mendasarnya adalah apakah Plt Gubernur memedomani panduan perilaku di atas ? jabawannya tidak, bahkan Plt Gubernur melompati seluruh norma yang terkait dengan ASN seperti, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang managemen ASN Pasal 144 dan Pasal 145 mengenai tatacara pemberhentikan pejabat dari jabatan tinggi pratama dan Surat Kepala BKN Nomor: K.26-30/V. 20-3/99 perihal kewenangan pelaksana tugas dan pelaksana harian dalam aspek kepegawaian,” jelasnya pada Nuansa Media Grup (NMG), Rabu (27/3).

Kadir Bubu menuturkan, izin dalam hukum administrasi negara dimaknai sebagai pengecualian dari larangan, karena itu pada dasarnya seorang pelaksana tugas Gubernur dilarang tegas untuk melakukan hal-hal sebagaimana yang terjadi sekarang, kecuali yang diizinkan  selain dan selebihnya dilarang tegas. Plt Gubernur mendalilkan ada perintah Mendagri untuk memberhentikan Sekprov defenitif dan mengankat Plh Sekprov, padahal tidak terlihat buktinya dalam konsideran surat keputusan pengangkatan Plh Sekprov.

“Nekat sekaligus menggelikan, itulah sikap Plt Gubernur Maluku Utara saat ini. Saya menyebut nekat dan menggelikan karena beliau berani membawa nama Mendagri untuk melegitimasi kepongahannya itu,” katanya.

Lanjutnya, keputusan Plt Gubernur dalam mengangkat Plh Sekprov dan keputusan lainnya yang heboh saat ini adalah keputusan yang cacat wewenang, sehingga dianggap tidak pernah ada. Dalam undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan pada bagian kelima paragrap 1 mengenai akibat hukum keputusan dan/atau tindakan yang tidak sah pasal 70 ayat (1) keputusan tidak sah apabila: dibuat oleh pejabat yang tidak berwewenang, dibuat oleh pejabat yang melampauhi kewenangannya dan dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertindak sewenang-wenang. Dalam konteks ini, Plt Gubernur memenuhi semua unsur dalam pasal tersebut.

Dengan demikian, maka akibat hukumya sebagaimana dalam Pasal 70 ayat (2) sebagaimana dimaksud pada pasal ayat (1), maka pertama: tidak mengikat keputusan dan/atau tindakan tersebut sejak ditetapkan. Kedua, segala akibat hukum yang timbul akibat karena keputusan itu dianggap tidak pernah ada. Sementara ayat (3) menegaskan bahwa dalam hal keputusan yang mengakibatkan pembayaran dari uang negara dinyatakan tidak sah, badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib mengembalikan uang ke kas negara.

Abdul Kadir Bubu juga menyentil pernyataan Salmin Janidi yang memerintahkan Plh Kepala BPKAD untuk menyiapkan segala hak ASN berupa THR dan gaji 13. Ia menyebut perintah Salmin Janidi itu ibarat orang kentut, tercium aromanya namun tidak terlihat bentuknya. Pasalnya, yang berwenang untuk hal itu adalah Sekprov defenitif yang diangkat dengan dasar wewenang yang sah dan Kaban PBKAD defenitif yang diangkat dengan dasar wewenang yang sah pula selain dan selebihnya tidak diperkenan. “Karena itu, para ASN Provinsi jangan terlena dengan komentar Plh Sekprov yang tidak sah itu dan segera mengambil langkah tegas untuk mendapatkan hak keuangan sesuai waktu yang ditetapkan,” tegasnya.

Ia menambahkan, Izin Mendagri adalah syarat mutlak dan menjadi dasar keabsahan tindak administrasi seorang Plt Gubernur, sementara faktanya tidak ada izin sama sekali. hal itu terbukti dalam pengangkatan Plh Sekprov, dimana tidak ditemukan konsideran tetang izin tertulis Mendagri, padahal itu merupakan syarat wajib. “Sehingga itu, kepada Sekprov defininif dan tiga pemipinan OPD tetap berkantor sebagaimana biasa dan anggap saja Keputusan Plt Gubernur itu tidak pernah ada karena cacat wewenang,” tuturnya menejaskan.

Selain itu, Abdul Kadir Bubu juga meminta Menteri Dalam Negeri selaku pejabat yang berwewenang untuk mengevaluasi tindakan Plt Gubernur, segera mencabut wewenang PPK yang melakat di Plt Gubernur karena telah melakukan kegaduhan dan merusak tatanan sistem ASN dan mengalihkan wewenang itu kepada Sekprov definif sebagai langkah untuk mencegah kerusakan birokrasi yang lebih luas di internal Pemda Provinsi Maluku Utara. (red)