tivanusantara.com

Slogan Kampanye ‘Pilih yang Cantik’ untuk Sherly Tjoanda Tuai Kritik

Inggrid Nola. (Istimewa)

Tivanusantara – Slogan kampanye pilkada Maluku Utara tahun 2024 yang disematkan ke calon gubernur nomor urut 4, Sherly Tjoanda, menuai kritik tajam dari aktivis perempuan. Pasalnya, slogan tersebut dinilai tidak hanya merendahkan perempuan, tetapi juga mencerminkan kemunduran dalam pendidikan politik di Indonesia.

Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB Formalut) Jabodetabek, Inggrid Nola, mengatakan berabad-abad, standar kecantikan telah didominasi oleh konstruksi patriarki yang menekan perempuan untuk memenuhi ekspektasi kecantikan yang sempit. Kini, di tengah gerakan kesadaran kecantikan yang lebih inklusif, justru muncul kampanye politik yang mengedepankan standar kecantikan palsu.

“Bagaimana standar kecantikan yang sempit, yakni seperti tubuh langsing, kulit cerah, rambut panjang, dan wajah tanpa celah, menciptakan hierarki kecantikan yang memarjinalkan perempuan yang tidak sesuai dengan citra ideal tersebut,” ujar Inggrid, Selasa (19/11).

Inggrid menilai, standar kecantikan tidak hanya menjadi alat kapitalisme melalui media, tetapi juga merembet ke ranah politik. Kampanye yang mengedepankan “kecantikan” sebagai nilai jual dianggap sebagai bentuk pendisiplinan tubuh perempuan yang membahayakan demokrasi.

“Kampanye seperti ini menunjukkan bagaimana wajah dan sensualitas perempuan dimanfaatkan untuk mendulang suara. Partai tidak sungguh-sungguh mencari kader perempuan yang ideologis dan cakap, tetapi lebih memilih mereka yang muda, good looking, atau memiliki hubungan kerabat. Ini adalah bentuk kemunduran politik,” tegasnya.

Selain itu, bagi Inggrid, slogan “pilih yang cantik” adalah cerminan dari politik yang minim gagasan. Di tengah kompleksitas persoalan Maluku Utara, seperti ketimpangan sosial, eksploitasi sumber daya alam, dan keterbatasan akses pendidikan serta kesehatan, kampanye seperti ini dianggap tidak memberikan solusi konkret. Dalam pandangan Inggrid, seksualisasi tubuh perempuan dalam kampanye politik adalah bentuk politisasi yang menakutkan.

“Standar kecantikan yang dipromosikan ini hanyalah alat kontrol kapitalisme dan patriarki. Mereka memanipulasi tubuh perempuan untuk meraih suara tanpa memberikan pendidikan politik yang substansial kepada masyarakat,” katanya.

Aktivis LMND itu menegaskan, kampanye politik seharusnya menjadi ruang perjuangan gagasan, bukan panggung kontes kecantikan. Normalisasi seksualisasi tubuh perempuan hanya akan melanggengkan ketimpangan gender dan memperburuk representasi perempuan dalam politik.

Sebagai aktivis perempuan, Inggrid menyerukan agar partai politik menghentikan praktik ini dan mulai mengedepankan kaderisasi berbasis ideologi dan gagasan. Menurutnya, Maluku Utara membutuhkan pemimpin yang membawa visi besar untuk kepentingan masyarakat, bukan sekadar wajah cantik yang dijadikan komoditas politik.

“Kita harus melawan normalisasi ini dan membangun kesadaran kolektif bahwa perempuan dalam politik bukanlah objek, melainkan subjek perjuangan. Seksualisasi tubuh perempuan dalam kampanye harus dihentikan, karena ini bukan hanya merendahkan perempuan, tetapi juga menghancurkan kualitas demokrasi kita,” tegasnya.

Masih menurut Inggrid, bahwa politik sejatinya adalah alat transformasi sosial, bukan arena untuk memperkuat konstruksi patriarki yang mengekang perempuan.

“Politik adalah ruang perjuangan gagasan, bukan ajang pamer penampilan. Saat tubuh perempuan dijadikan alat mendulang suara, maka kita telah kehilangan arah dalam membangun demokrasi yang bermartabat,” pungkasnya. (tan)

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan