tivanusantara.com

Kampanye di Halmahera Utara, Muhammad Kasuba Disambut dengan Prosesi Adat Mohoka

Muhammad Kasuba dan istrinya disambut dengan tradisi Tobelo-Galela. (Istimewa)

Tivanusantara – Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Maluku Utara nomor urut 3, Muhammad Kasuba dan Basri Salama (MK-Bisa), melanjutkan kampanye mereka pada hari kedua di Desa MKCM, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Sabtu (28/9).

Acara kampanye ini dimulai dengan penyambutan rombongan menggunakan tarian tradisional cakalele, serta upacara adat penerimaan Mohoka, yang dalam budaya Tobelo-Galela dikenal sebagai upacara penerimaan anak menantu.

Upacara ini merupakan simbol penghormatan dan penyambutan bagi para tamu kehormatan atau pihak yang akan menjadi bagian dari keluarga besar dalam tradisi masyarakat Togale.

Husni Baja, salah satu tokoh Togale mengatakan, dalam konteks pernikahan adat suku Galela, tradisi serupa juga berlaku bagi setiap wanita yang menikah dengan laki-laki dari Galela, Halmahera Utara.

“Wanita yang menikah dengan pria dari suku ini akan menjalani tradisi dohu tiodo atau “cuci kaki” sebagai bagian dari acara penerimaan menantu, yang dalam bahasa setempat disebut sebagai motdoka,” jelas Husni, Minggu (29/9).

Tradisi ini, menurut dia, memiliki makna mendalam sebagai simbol pembersihan dan perlindungan bagi menantu perempuan. Melalui ritual ini, sang menantu diperkenalkan kepada keluarga suaminya (o geri doroa) dan masyarakat luas (o kawasa).

Husni bilang, tujuan dari tradisi ini adalah untuk memastikan bahwa menantu perempuan tersebut mendapatkan perlindungan adat dan tidak mengalami perlakuan yang tidak sopan dari masyarakat sekitar.

Dohu tiodo adalah warisan leluhur suku Galela yang telah ada sejak lama dan dianggap sebagai bagian penting dari identitas budaya. Tradisi ini tidak hanya melambangkan penghormatan kepada perempuan, tetapi juga menegaskan peran perempuan sebagai pemegang unsur kehidupan, atau “o gikiri,” karena perempuan dianggap sebagai sumber kehidupan melalui rahim dan air susu yang memberikan kehidupan. Perempuan juga dilihat sebagai lambang kesuburan dalam masyarakat Galela,” papar Husni.

Bagi Husni, upacara cuci kaki ini biasanya dilaksanakan di depan rumah keluarga suami, di bawah sabua (tenda) yang didirikan khusus untuk acara tersebut. Masyarakat setempat turut berpartisipasi dan menyaksikan pelaksanaannya sebagai wujud kebersamaan dan solidaritas. Tradisi ini dapat dilaksanakan pada pagi, sore, atau malam hari, tergantung pada kesepakatan keluarga.

“Saat tradisi ini dilaksanakan, menantu perempuan akan mengenakan pakaian adat Galela, yang terdiri dari kebaya (kokotu) dan rok bunga (o gado ma leru), serta aksesoris adat lainnya. Penampilan ini menambah kesakralan dari acara motdoka dan memperkuat ikatan antara keluarga dan tradisi,” pungkasnya. (tan)

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan