Di Maluku Utara KPK Tak Berdaya

Oleh: Igrissa Majid
(Founder Indonesia Anti-Corruption Network)
Saling tuding mengenai kepentingan antar institusi saat pembahasan APBD 2024, pada akhirnya terungkap satu per satu. Dari masalah anggaran kegiatan pokok pikiran (pokir) 45 Anggota DPRD, hingga jumlah beban jumbo utang Pemerintah Daerah Maluku Utara yang sengaja disembunyikan, sama-sama menjadi perhatian khusus KPK. Sayangnya, kebiasaan lembaga anti rasuah itu hanya sebatas meramaikan pernyataan di media. Entah hanya menggertak atau memang tidak berdaya?
Hanya Menggertak
Mungkin saya agak subjektif, tapi karakter pejabat Maluku Utara umumnya kebal hukum. Mereka paham, langkah KPK tidak akan berani menjaring berbagai informasi korupsi yang dibocorkan pihak tertentu, untuk menyeret mereka di meja pengadilan. Karena KPK dalam penilaian mereka hanyalah institusi yang datang menggertak, pulang tanpa jejak.
Masalah titipan anggaran pokir bernilai 400 miliar, KPK hanya sebatas mencurigai dengan alasan ini adalah tahun politik. Idealnya KPK melakukan investigasi, baru kemudian menyampaikan hasilnya ke publik. Namun dugaan saya, ini adalah strategi KPK mencegah supaya masalah “titip-menitip pokir” bisa terbatalkan, berikut pembahasan hingga pengesahan APBD tidak tertunda.
Akan tetapi, cara itu menurut saya justru KPK secara institusional menunjukan kelemahannya dalam melakukan pencegahan. Karena, pertama, tidak bergerak cepat untuk mendeteksi secara mendalam terhadap upaya sejumlah wakil rakyat yang hendak merampok uang negara.
Kedua, KPK tidak akuntabel dan transparan untuk menghitung secara akumulatif terhadap potensi kerugian karena praktik korup yang akan dilakukan 45 anggota DPRD Maluku Utara pasca pengesahan APBD. Ketiga, KPK tidak mencermati bahwa ini adalah drama politik, yang di dalamnya terjadi tarik-menarik kepentingan antara legislatif dan eksekutif, yang kemudian berakhir dengan kesepakatan yang saling menguntungkan.
Secara ekstensif, KPK perlu memandang keluasan tindak pidana korupsi tidak dalam artian fisik semata, yang hanya berbasis data untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan atas penyalahgunaan anggaran, melainkan pada sisi moral dan integritas, konflik kepentingan, serta potensi kejahatan atau penyelewengan tanggung jawab jabatan yang diemban pelaku.
Dalam konsep penanganan kasus korupsi, saya merujuk pandangan Diego Gambetta (2002), bahwa rumpun praktik korup tidak hanya memiliki satu cabang, melainkan berkembang biak dan saling melekat dengan ilalang lain. Artinya rentetan skandal korupsi tidak hanya dilihat pada satu aspek saja, sehingga tidak menimbulkan bias atau anomali dalam upaya pencegahan dan pemberantasan.
Kembali pada pattern KPK yang hanya sebatas menggertak, kiranya itu adalah sesuatu yang sangat men-downgradewibawa negara. Amanat negara kepada KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia ternyata bukan sesuatu yang menakutkan, dan menimbulkan kehati-hatian terhadap penyelenggara negara di Maluku Utara. Bahkan ada Anggota DPRD secara terbuka menuduh KPK berlaku sepihak terkait anggaran pokir 400 miliar. Nggak bahaya ta?
Namun, ada sisi lain yang menarik, yakni masalah beban jumbo utang yang sengaja ditutupi oleh Pemda Maluku Utara. Tadinya disebut Rp 1 triliun, ternyata jumlah utang sebenarnya 2,5 triliun (Tandaseru.com, 2023) Harusnya KPK melihat itu sebagai titik awal adanya indikasi ketidakberesan yang disengaja dalam pengelolaan anggaran di ranah eksekutif.
Kesengajaan Pemda merupakan suatu bentuk kebohongan atau manipulasi yang mengarah pada kejahatan luar biasa. Modus utang-piutang atas nama daerah bukan hal baru, KPK tentunya sangat paham. Hanya saja, jika KPK tidak berinisiatif untuk menelusuri indikasi tersebut, maka sama halnya, pernyataan-pernyataan KPK yang santer di media hanyalah gertakan belaka.
Tidak Berdaya
Pernyataan yang dikeluarkan KPK terkait dugaan anggaran pokir 400 miliar dan modus utang-piutang tidak terlalu menggema, biasa saja, tidak terlalu tajam, dan tidak mampu mendobrak kemaksiatan politik dan kejahatan luar biasa di Maluku Utara. KPK kalah satu langkah dibandingkan institusi lain. Kehadirannya tidak dapat menghantui para penyelenggara negara. Semua tidur nyenyak, makan enak, dan happy.
KPK telah terbujur kaku, dilabrak habis oleh institusi lain yang bersekutu dalam big plan terselubung untuk menikmati kekuasaan. Pasal-pasal pemberantasan tindak pidana korupsi tidak lagi menjadi pembatas dalam norma penyelenggaraan negara. Saya justru khawatir, KPK bakal menjadi bahan lelucon bagi institusi lain di Maluku Utara. Di saat dia hadir, para pejabat bermental korup hanya bergeming, di saat dia hengkang, mereka bertepuk tangan: “tara usah bale-bale lagi, kira torang mo tako?”
Dalam bayangan saya yang lain, KPK bakal gagal membujuk rakyat Maluku Utara agar turut bersinergi dalam agenda pemberantasan korupsi. Sementara kebijakan tata kelola keuangan semakin amburadul, dan mengikuti selera politik. Jumlah anggaran pokir yang fantastis dan beban jumbo utang Pemda adalah pengendalian praktik korupsi yang dilakukan dengan cara yang beragam, hitam, putih, dan abu-abu.
Sedangkan peran KPK dalam membangun skema pemberantasan untuk memutus rantai korupsi semakin tidak berdaya. Tidak ada bobot untuk mengukur gradasi praktik korup dari pasif ke aktif, kecil ke besar, sesekali ke selalu, sedikit ke banyak. Sebaliknya, kalau saja KPK memang berdaya, saya sangat meyakini banyak pejabat Maluku Utara yang tertangkap. Tapi KPK berani nggak?. (*)
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now