TERNATE, TN – Dugaan korupsi anggaran penghasilan dan perjalanan dinas direksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Ake Gaale Kota Ternate sebelumnya menyita perhatian publik. Ini karena terjadi perdebatan antara dewan pengawas (Dewas) dan Direktur PDAM sebelumnya yang menimbulkan kasus ini mencuat.
Kasus dugaan korupsi ini kini telah ditangani penyidik Reskrim Polres Ternate. Meski telah memeriksa sejumlah pihak, namun kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Praktisi hukum, Agus R Tampilang, menyoroti hal ini. Menurutnya, salah satu faktor terjadinya korupsi di PDAM Kota Ternate akibat dari penerapan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 11 tahun 2022 tentang Penghasilan Direksi, Dewan Pengawas (Dewas), Pegawai dan Insentif Kuasa Pemilik Modal (KPM) yang dianggap prematur.
Perwali tersebut, kata Agus, hanya memperkaya orang lain (Direksi). Sehingga wali kota selaku KPM tentunya bertanggung jawab atas persoalan ini. Ditambah lagi, seluruh jajaran direksi tidak mampu mengelola PDAM secara baik, sehingga dipastikan sudah harus diganti.
“Mengapa saya mengatakan memperkaya orang lain, karena di Pasal 2 menjelaskan bahwa penghasilan direksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari gaji pokok, tunjangan, fasilitas dan insentif kerja. Pasal 3 ayat 2 dinyatakan bahwa besarannya gaji direksi dibayar sebanyak lima kali dari gaji tertinggi pegawai. Ini artinya direktur utama adalah pegawai dengan gaji tertinggi sebesar 85 persen,” ujarnya kepada wartawan, Senin (11/12).
Agus bilang, Perwali ini diterbitkan oleh wali kota. Sehingga itu harus dimintai pertanggungjawaban oleh penyidik apabila terdapat unsur pidananya.
Agus menyebut meski pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 tahun 2007 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menyatakan KPM tidak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum atas perbuatan tindak pidana korupsi, tetapi kalau perbuatannya menyebabkan kerugian negara maka bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.
Selain wali kota, lanjut dia, ahli juga seharusnya ikut diperiksa agar ada titik terang apakah Perwali ini bertentangan atau tidak dengan PP.
“Kalau Perwali itu bertentangan, silakan diperiksa. Jika tidak, hentikan kasus tersebut. Karena ini sudah merugikan keuangan daerah. Jadi saya katakan Perwali bertentangan dengan PP Nomor 54 tahun 2017,” jelasnya.
“Jadi kalau bisa periksalah wali kota, tapi sebelum itu harus memeriksa ahli dulu. Sehingga dari petunjuk ahli itu dapat menemukan apakah benar Perwali itu prematur atau tidak,” sambungnya.
Agus meminta agar semua pihak yang dianggap terlibat termasuk direksi harus diperiksa.
“Sekali lagi saya katakan Dewas atau siapapun dia yang bekerja, kalau tidak hati-hati dan menimbulkan kerugian keuangan negara harus dimintai pertanggungjawaban hukum,” pungkasnya. (ano/tan)
Tinggalkan Balasan