Oleh: Nasrullah
Pemuda Sofifi
____________________
DI sebuah sore yang hening di Sofifi, matahari tenggelam dari balik pepohonan Baru Maalu, memantulkan cahaya keemasan di permukaan air yang tenang. Anak-anak berjalan melewati jalan setapak sambil menggenggam bola untuk bermain di lapangan yang mereka buat sendiri, ABK Speedboat sedang sibuk mencari penumpang demi nyala dapur, dan ibu sedang menggoreng kehidupan pada nampan yang penuh cinta dan kasih sayang. Kelurahan Sofifi, sebuah rumah bagi sekitar 2.216 jiwa adalah panggung kecil dari kehidupan yang luas, tempat setiap hari manusia menenun harapan-harapan baru.
Kini, sebuah babak baru tengah dimulai, hadirnya pemimpin baru, seseorang yang memegang amanah untuk membawa kelurahan Sofifi melangkah ke masa depan yang lebih cerah.
Namun kepemimpinan adalah kerja yang lebih halus daripada sekadar tanda tangan dan rapat-rapat formal. Pemimpin adalah seni membaca denyut nadi masyarakat, seni menyatukan suara yang beragam, seni menata harapan menjadi rencana juga tindakan, dan tindakan menjadi perubahan nyata. Dan kelurahan Sofifi, seperti sebuah manuskrip tua yang masih terus ditulis, menunggu pena pemimpinnya menyelesaikan paragraf-paragraf yang belum rampung.
Membangun Arah Pemberdayaan Baru
Suatu sore, seorang perempuan tua duduk di beranda rumahnya pada kompleks pemukiman sederhana di kelurahan Sofifi yang disebut dengan nama rumah anam. Perempuan tua itu bekerja menyalakan cinta di dapurnya perlahan, tetapi tekun. Anak gadisnya yang mampir akan belajar bahwa dalam setiap usaha perempuan tua tersebut tergambar kesabaran, ketelitian, dan masa depan yang dipertaruhkan. Di hadapan perempuan itu, pemberdayaan bukanlah konsep akademik, melainkan sesuatu yang hidup dalam jemari. Pemberdayaan tidak dapat berjalan tanpa arah hukum yang jelas, landasan pertama yang harus dipegang pemimpin baru adalah UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini menegaskan bahwa kelurahan adalah perangkat daerah yang memiliki tugas pembinaan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Artinya, kelurahan Sofifi bukan sekadar tempat mengurus administrasi, tetapi tempat menumbuhkan kapabilitas warganya.
Dari situlah pemimpin baru Sofifi harus memulai dengan mendengar dan menyentuh denyut kebutuhan warga. Sebisanya melihat potensi yang sudah lama ada tetapi belum diberi tempat tumbuh. Teori Amartya tentang capability boleh jadi rumit di buku-buku universitas, tetapi di Sofifi ia hadir sebagai kenyataan sehari-hari, bahwa kapabilitas seorang ibu tergantung pada aksesnya terhadap pasar; kapabilitas pemuda tergantung pada pelatihan yang ia terima; kapabilitas petani tergantung pada alat yang memadai; kapabilitas pelaku usaha tergantung pada informasi dukungan modal. Maka penulis perlu memberikan saran pertama bagi pemimpin baru di antaranya:
a) Jadikan pemberdayaan sebagai jantung kepemimpinan
Bukan sekadar program bantuan, tetapi proses menumbuhkan kemampuan warga untuk berdiri lebih kuat. Mulailah dengan memetakan kebutuhan nyata masyarakat bukan dari meja kantor, tetapi dari jalan-jalan kecil yang berdebu, dari pertemuan di beranda rumah warga, dari sapaan-sapaan informal yang jujur. Carilah suara-suara yang biasanya tenggelam, perempuan yang bekerja di rumah, pemuda yang diam, nelayan yang pulang larut, dan anak-anak yang bermimpi besar.
b) Bangun ekosistem ekonomi kecil yang berdaya tahan
Permendagri No. 130 Tahun 2018 mengatur secara rinci tentang kegiatan pembangunan saran dan prasarana Kelurahan serta pemberdayaan masyarakat. Dari sinilah pemimpin baru sah secara hukum melakukan pelatihan keterampilan, pendampingan UMKM, pasar digital, koperasi pemuda, dan ruang kreatif adalah fondasi pertama menuju kemandirian.
Kelurahan Sofifi tidak membutuhkan proyek raksasa yang bising. Kelurahan Sofifi membutuhkan “alat-alat kecil” yang tepat sasaran untuk membangun fondasi masa depan. Penelitian tentang pemanfaatan ruang di Sofifi menunjukkan infrastruktur berkembang cepat, namun belum selalu sinkron dengan kebutuhan warga. Pemimpin baru harus mengolah data, bukan menjadikannya beban melainkan menjadi sebuah kompas. Sebab tanpa arah berbasis bukti, pemberdayaan hanyalah mimpi yang rapuh.
Menyatukan Kebersamaan dan Kolaborasi
Pada malam Jumat Karangtaruna Sofifi membahas tentang rencana kerja bakti. Di tempat lain, Bapak Imam dan Badan Syarah melantunkan do’a, serta Ibu Majelis Taklim latihan pembacaan Maulid dan Qasidah, sebuah lingkaran solidaritas yang tak tertulis. Inilah kekayaan Sofifi yang tak dapat dihitung dengan angka. Modal sosial tersebut sebagaimana disebut Rahmani bahwa kebersamaan adalah mata uang terpenting. Tanpa kebersamaan, pembangunan tidak lebih dari tembok kering yang mudah retak. Pemimpin baru kelurahan Sofifi harus menjadi perajut jaring sosial, seseorang yang bukan hanya memimpin dari depan, tetapi berjalan di tengah-tengah warga.
Maka saran selanjutnya untuk pemimpin adalah a) hidupkan kembali forum warga yang rutin, jadikan ruang ini sebagai miniatur demokrasi lokal, sebagai tempat pemuda menawarkan ide, tempat perempuan menunjukan gagasan, dan tempat tokoh agama menyampaikan pandangan moral; b) bangun kolaborasi lintas komunitas bersama kelompok pemuda, ibu-ibu penggerak, tokoh adat, tokoh agama, dan pelaku usaha kecil adalah pilar pembangunan sosial. Kolaborasi bersama mereka adalah mesin perubahan yang tak bisa dibeli dengan anggaran besar; c) rawat kepercayaan sosial dengan transparansi. Kepercayaan adalah mata air yang harus dijaga kebeningannya. Jika pemimpin transparan, terutama dalam anggaran, proyek, dan agenda maka warga akan percaya tanpa harus diminta; d) libatkan pemuda sebagai motor perubahan. Di banyak daerah, pemuda adalah pembawa energi yang tak ternilai. Bahkan pemuda sebagai tempat ruang kreatif, inkubator usaha, proyek sosial, dan inovasi kelurahan; dan e) bangun jembatan kerja sama, berdasarkan PP No 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan mengatur bahwa kelurahan harus berkoordinasi erat dengan kecamatan dalam perencanaan pembangunan. Hal tersebut berarti pemimpin baru kelurahan Sofifi tidak boleh bekerja sendiri, harus menjalin kerja sama vertikal dengan pemerintah kecamatan, Kota dan Provinsi. Kedekatan dengan pusat pemerintahan, menjadi peluang untuk meminta dukungan program, pendampingan, dan kolaborasi proyek pembangunan jangka panjang.
Kelurahan Sofifi adalah sebuah puisi yang belum selesa. Pada akhirnya, Sofifi bukan sekadar wilayah dengan 2.216 jiwa. Sofifi adalah rumah bagi cerita, perjuangan, dan mimpi-mimpi manusia. Pembangunan yang diharapkan warga tidak hanya berbentuk fasilitas baru, tetapi juga perubahan suasana yang lebih ramah, lebih adil, lebih peduli, dan lebih penuh peluang.
Pemimpin baru memegang pena untuk menulis bab selanjutnya. Dan saran-saran dalam tulisan ini adalah tinta yang dapat digunakan untuk merangkai cerita yang indah. Dengarlah masyarakatmu, Rawatlah kepercayaan mereka, Bangunlah dengan hati seorang ibu.
Dan jadikan Sofifi bukan hanya tempat tinggal, tetapi tempat bertumbuh. Sebab pemimpin sejati bukan hanya yang membangun jalan, tetapi yang membangun harapan. (*)

Tinggalkan Balasan