Tivanusantara – Perkembangan Sofifi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara terus berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Namun di tingkat Kelurahan Sofifi, pelayanan publik dinilai belum bergerak seiring kebutuhan warga. Hal tersebut disampaikan oleh Nasrullah, tokoh pemuda Kelurahan Sofifi, Senin (10/11).

Menurutnya, selama hampir lima tahun terakhir, warga belum melihat program kelurahan yang menyentuh perbaikan lingkungan, pemberdayaan sosial, dan penguatan ekonomi berbasis komunitas.

“Sofifi ini berkembang sebagai kota. Bangunan pemerintahan tumbuh. Tapi di tingkat kelurahan, warga tidak merasakan pelayanan yang berubah. Gedung pertemuan, drainase, dan ruang pemberdayaan tidak bergerak,” ujar Nasrullah.

Ia menegaskan, kelurahan semestinya menjadi unit pemerintahan yang paling responsif karena berhadapan langsung dengan kebutuhan harian masyarakat. Berdasarkan dokumen Musyawarah Rencana Pembangunan Kelurahan (Musrenbangkel), sejumlah kegiatan telah diajukan warga setiap tahun. Namun pelaksanaan di lapangan dinilai belum tampak.

Kebutuhan yang berulang diajukan warga meliput perbaikan drainase di lingkungan padat hunian, peningkatan jalan pemukiman, pemberdayaan usaha kecil dan pelatihan keterampilan, pembentukan ruang komunitas dan kegiatan pemuda. Namun menurut pengamatan warga, kegiatan tersebut belum direalisasikan dalam bentuk program berkelanjutan.

“Musrenbang ada, daftar usulan ada, tetapi yang terlaksana tidak jelas. Warga hanya melihat daftar kegiatan di kertas, bukan perubahan di lingkungan,” kata Nasrullah.

Di sisi anggaran, Kelurahan Sofifi memperoleh dukungan pendanaan melalui APBD dan Dana Kelurahan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 3 Tahun 2012 dan Dana Alokasi Umum Tambahan Pemerintah Pusat.

Namun, warga menyampaikan bahwa informasi mengenai besar anggaran, alokasi per kegiatan, dan realisasi penggunaan dana belum dipublikasikan secara terbuka.

“Kami tidak tahu berapa anggaran kelurahan per tahun itu. Tidak ada papan informasi anggaran. Tidak ada laporan pelaksanaan. Warga butuh tahu agar bisa ikut mengawasi,” tegas Nasrullah.

Ketiadaan publikasi anggaran berpotensi memperlemah partisipasi dan kepercayaan publik. Selain itu, warga Sofifi juga menyoroti adanya realisasi perjalanan dinas oleh perangkat kelurahan pada akhir tahun anggaran 2025, sementara program pembangunan lingkungan dan pemberdayaan belum berjalan. Di tengah kebutuhan dasar lingkungan yang belum dipenuhi, realisasi perjalanan dinas tersebut menimbulkan respons kritis dari masyarakat.

“Kami tidak ingin membatasi pegawai belajar atau mengikuti pelatihan. Tapi kalau selama hampir lima tahun tidak ada program fisik dan pemberdayaan yang terasa, lalu yang muncul justru perjalanan dinas, itu jelas mengecewakan warga,” ujar Nasrullah.

Menurutnya, perjalanan dinas memiliki nilai jika diikuti dengan implementasi hasilnya. Namun dalam kasus Sofifi, warga belum melihat perubahan signifikan setelah perjalanan dinas dilakukan.

“Kalau perjalanan dinas menghasilkan perbaikan layanan atau program baru, kami akan mendukung. Tetapi yang terjadi, kami tidak melihat dampaknya. Itu poin kritiknya,” lanjut Nasrullah.

Warga juga menilai bahwa waktu pelaksanaan perjalanan dinas yang berada di penghujung tahun anggaran memperkuat kesan bahwa kegiatan tersebut hanya untuk penyerapan anggaran, bukan bagian dari strategi peningkatan kapasitas yang terukur.

“Mengapa tidak sejak awal tahun? Mengapa tidak mendampingi warga dulu baru bepergian? Timing-nya membuat warga berpikir ini soal menghabiskan pagu, bukan soal meningkatkan kinerja,” kata Nasrullah.

Menurut Nasrullah, memperbaiki peran kelurahan tidak memerlukan tindakan besar terlebih dahulu. Yang penting adalah memulihkan fungsi dasar: musyawarah harus menentukan keputusan, bukan sekadar mendengar aspirasi, anggaran harus dibuka ke publik, agar warga ikut mengawasi, dan pelaksanaan kegiatan harus berbasis swakelola, agar keberlanjutan tumbuh dari warga.

“Kelurahan itu seharusnya hidup. Tempat warga bertemu, merumuskan kebutuhan, dan bergerak bersama. Kalau kelurahan diam, yang hilang bukan hanya pelayanan, tetapi rasa saling percaya,” pungkas Nasrullah. (tan)