Tivanusantara – Tim penyelidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara tengah mengusut dugaan korupsi anggaran tunjangan dan operasional anggota DPRD Malut periode 2019-2024.
Sejak dua pekan terakhir, lembaga Adhyaksa itu terlihat intens memeriksa sejumlah pihak di DPRD-mulai dari anggota DPRD aktif hingga mantan anggota DPRD. Bahkan Bendahara Sekretariat DPRD Malut Rusmala Abdurahman juga telah diperiksa pekan lalu.
Terbaru, Ketua DPRD Iqbal Rurai dan Wakil Ketua DPRD Kuntu Daud juga telah diperiksa Kejati. Kuntu merupakan Ketua DPRD Malut periode 2019-2024, sedangkan di masa itu Iqbal Rurai masih menjabat Ketua Komisi I.
Langkah Kejati mengusut dugaan korupsi anggaran tunjangan DPRD Malut ini mendapat dukungan dari publik Maluku Utara. Praktisi hukum Bahtiar Husni mengapresiasi penegakan hukum terhadap lembaga wakil rakyat itu.
Namun demikian, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Malut itu meminta agar semua pihak terkait harus dipanggil dan diperiksa, termasuk Sekwan Abubakar Abdullah yang saat ini merangkap jabatan Plt Kadis Pendidikan dan Kebudayaan serta mantan Kepala Bagian Umum DPRD Zulkifli Biaan yang saat ini memegang jabatan Kepala BKD Malut.
“Semua harus dipanggil dan diperiksa,” tutur Bahtiar, Kamis (30/10).
Menurut Bahtiar, kehadiran Kepala Kejati Malut Sufari yang baru menjabat minggu lalu itu rupanya membawa angin segar terhadap penanganan perkara yang ditangani Kejati. Ia berharap Sufari benar-benar menunjukkan taringnya memberantas kasus korupsi di Maluku Utara, terutama di Sekretariat DPRD Malut.
Bahtiar juga berharap penanganan kasus ini berjalan transparan, sehingga publik bisa tahu ada progresnya.
“Ini yang harus dijelaskan ke publik, walaupun ada hal-hal yang dibuka dan bersifat rahasia. Perkara ini harus dikawal jangan sampai bernasib sama dengan sekian kasus di Pemprov Malut yang mengendap di meja penyidik saat ini,” tandasnya.
“Kami menguji komitmen Pak Kajati Sufari. Sejauh mana nantinya memberantas kasus korupsi di Maluku Utara. Saya kira dugaan korupsi di tubuh DPRD ini harus menjadi atensi Pak Kajati sebagai bukti penegakan hukum yang tak pandang bulu. Jangan hanya slogan, kami butuh bukti, karena banyak sekali tindak pidana korupsi yang masih mengendap dan tidak ada kepastian hukumnya,” sambungnya menutup.
Sekadar diketahui, informasi lain yang diterima media ini, penyidik Kejati tak hanya fokus pada dana tunjangan operasional dan rumah tangga DPRD Maluku Utara senilai Rp 60 juta per orang setiap bulan. Tetapi, biaya tunjangan perumahan dan transportasi bagi pimpinan serta anggota DPRD sebesar Rp 29,832 Miliar pada periode 2019-2024 ikut ditelusuri. Selain itu, juga terdapat Rp 16,2 Miliar untuk tunjangan transportasi yang diberikan kepada seluruh anggota dewan, termasuk pimpinan DPRD yang bersumber dari APBD. Anggaran ini melekat di Sekretariat DPRD Malut. (ask)

Tinggalkan Balasan