Oleh: Rindi Hanafi
Sekretaris Fungsi Ekonomi Kreatif BPC GMKI Ternate

__________

DALAM era modern ini, kesibukan orang tua bukan lagi sekadar persoalan profesionalisme, melainkan tantangan besar dalam mendampingi pendidikan anak. Di satu sisi, orang tua perlu mengejar karier, penghasilan, dan tanggung jawab lainnya; di sisi lain, anak tetap membutuhkan panduan, motivasi, dan perhatian agar tumbuh optimal secara akademis dan emosional. Lalu muncul pertanyaan: Ketika orang tua tidak punya cukup waktu, dengan siapa anak belajar? , Siapa “pengganti” orang tua dalam proses belajar anak?

Beberapa pihak dapat berperan dalam proses pembelajaran anak ketika orang tua terlalu sibuk:

Guru/pengajar

Sekolah dan guru tetap menjadi pihak utama dalam menyampaikan materi, memberikan tugas, dan mengevaluasi kemajuan siswa. Dalam banyak kasus, orang tua sibuk mempercayakan sepenuhnya proses akademik anak kepada guru di sekolah. Namun menurut penelitian di daerah pedesaan, guru sering mengeluhkan kurangnya partisipasi orang tua, misalnya orang tua tidak hadir dalam rapat sekolah atau tidak membantu anak mengerjakan PR ketika diperlukan.

Tutor atau lembaga bimbingan belajar (les privat/bimbel)

Banyak orang tua yang memilih menyewa tutor atau mendaftar anak ke lembaga bimbingan belajar agar materi dan tugas anak tetap dipantau secara profesional. Tutor bisa menjadi “perpanjangan tangan” orang tua, terutama dalam topik-topik sulit atau saat anak memerlukan pembelajaran intensif. Namun, biaya dan kecocokan gaya belajar menjadi faktor penentu efektivitasnya.

Teman sebaya/kelompok belajar

Belajar bersama teman dalam kelompok bisa membantu anak tetap termotivasi. Mereka bisa saling bertukar pemahaman, berdiskusi, dan saling membantu. Namun, efektivitasnya tergantung disiplin kelompok dan kemampuan moderasi (agar tidak menjadi tempat untuk mengobrol saja).

Diri sendiri/belajar mandiri dengan bantuan media (digital, aplikasi)

Di zaman digital, anak dapat mengakses materi lewat aplikasi edukatif, video pembelajaran, modul daring, atau platform kursus online. Orang tua tidak perlu hadir fisik sepanjang waktu, tapi tetap memantau kemajuan, memberikan waktu evaluasi dan membantu menjawab pertanyaan bila anak menemui hambatan.

Teknologi sebagai fasilitator

Studi terkini menunjukkan bahwa kolaborasi antara orang tua dan sistem AI bisa menjadi jalan tengah ketika orang tua sibuk: anak tetap punya panduan (dari sistem), sementara orang tua menjadi pengawas bila memungkinkan. Misalnya, sistem bisa memberikan pertanyaan interaktif, memantau perkembangan, dan melaporkan ke orang tua.

Tantangan dan dampak ketika orang tua terlalu sedikit terlibat

Meski ada pihak-pihak pengganti, keterlibatan orang tua tetap sangat penting. Jika orang tua terlalu jauh dari proses belajar anak, ada beberapa risiko dan konsekuensi:

Konflik emosional dan stres

Dalam penelitian “The Homework Wars,” interaksi antara orang tua dan anak terkait pengerjaan PR sering memicu konflik: perbedaan pemahaman, tekanan ekspektasi, dan frustrasi bisa muncul.

Keterbatasan regulasi diri anak

Studi Stanford menunjukkan bahwa anak yang orang tuanya sering ikut campur secara berlebihan dalam aktivitas (meskipun dengan niat baik) justru cenderung menunjukkan kesulitan dalam mengatur emosi dan perilaku.

Kurangnya komunikasi dan keterampilan verbal

Jika orang tua terlalu sibuk dan jarang berinteraksi verbal langsung, kemampuan anak dalam berkomunikasi bisa terganggu — terutama pada usia dini. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya waktu orang tua untuk berbicara langsung dengan anak dapat memicu masalah perkembangan bicara.

Ketidakbahagiaan dan tekanan psikologis

Ada laporan bahwa sebagian anak tidak senang belajar di rumah karena orang tua menjadi lebih “galak” saat mendampinginya. Sebuah survei menyebutkan 58 % anak merasa belajar di rumah tidak menyenangkan akibat orang tua yang lebih keras.

Kesibukan orang tua di era modern memang tidak dapat dihindari, namun peran mereka dalam pendidikan anak tetap tidak tergantikan. Guru, tutor, teman sebaya, maupun teknologi hanyalah pendukung yang membantu anak dalam proses belajar, sementara nilai-nilai hidup, karakter, dan motivasi tetap berakar dari keterlibatan emosional orang tua. Jika orang tua terlalu jarang terlibat, anak berisiko mengalami gangguan dalam perkembangan emosional, komunikasi, serta kebahagiaan belajar.

Sebagai solusi, orang tua perlu mengatur waktu agar tetap memiliki quality time bersama anak, meskipun singkat namun penuh perhatian dan komunikasi bermakna. Selain itu, kolaborasi dengan guru dan lembaga belajar penting untuk memantau perkembangan anak secara konsisten. Pemanfaatan teknologi juga dapat menjadi alat bantu efektif, selama digunakan dengan bijak dan tetap diawasi oleh orang tua. Dengan keseimbangan antara kesibukan dan keterlibatan emosional, anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, mandiri, dan berkarakter. (*)