Oleh: Alwensi Deisi Kasukung
Kader GMKI Cabang Ternate
____________
DUNIA kerja adalah arena yang dinamis dan kompetitif. Bagi kaum perempuan yang masih ada di bangku kuliah ataupun sekolah menengah, mempersiapkan diri untuk melangkah ke sana bukan sekadar soal nilai, tapi tentang membangun kapasitas diri yang tangguh. Tantangan bagi kaum perempuan sering kali unik, mulai dari isu kesetaraan gender hingga stereotip peran. Namun, dengan persiapan yang tepat, tantangan ini bisa diubah menjadi peluang.
Urgensi persiapan ini semakin terasa ketika kita melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Per Februari 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan mencapai 4,41%, yang berarti ada 3,17 juta perempuan yang berstatus pengangguran. Angka ini bukan sekadar statistik; ini adalah cerminan dari tantangan besar dalam penyerapan tenaga kerja perempuan. Data ini menjadi trigger bagi mahasiswi untuk tidak hanya bersaing, tetapi juga memastikan mereka memiliki keunggulan kompetitif yang kuat.
Lalu, apa yang perlu diperhatikan sejak dini untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja? Fondasi utama persiapan adalah penguatan kompetensi kognitif yang solid. Mahasiswi perlu berfokus pada penguasaan substansial di bidang studi mereka, tidak hanya mengejar nilai. Ini berarti memahami konsep inti hingga level yang memungkinkan kita menjadi ahli (subject matter expert), yang pada gilirannya akan meningkatkan kredibilitas profesional.
Namun, kecerdasan akademis saja tidak cukup. Dalam dunia kerja, keterampilan lunak (soft skills) adalah mata uang yang berlaku. Kemampuan komunikasi asertif, berpikir kritis (critical thinking), dan kerja sama tim merupakan modal sosial yang membedakan kinerja rata-rata dan luar biasa. Keterampilan ini menentukan bagaimana kita berinteraksi dan bernegosiasi dalam lingkungan profesional.
Salah satu tantangan nyata adalah menghadapi bias gender dan stereotip yang masih eksis di banyak industri. Kadang, perempuan dituntut untuk membuktikan diri lebih keras. Maka, sebagai seorang mahasiswi sejak awal sudah harus membangun resiliensi psikologis, atau ketangguhan mental untuk bangkit dari kegagalan dan tetap fokus pada tujuan di tengah kritik atau diskriminasi.
Sangat penting untuk menghindari perasaan bahwa kesuksesan yang dicapai hanyalah kebetulan. Mahasiswi sering mengalami ini, meragukan kapabilitas mereka meskipun memiliki bukti prestasi. Melatih validasi internal dengan cara mengakui prestasi diri sendiri adalah langkah penting untuk membangun kepercayaan diri yang autentik.
Jejaring profesional (networking) sejak dini adalah investasi strategis jangka panjang. Magang, partisipasi aktif di organisasi kampus, dan interaksi dengan profesional memberikan eksposur awal terhadap norma dan dinamika dunia kerja. Jaringan ini akan menjadi bantalan saat kita mencari pekerjaan atau menghadapi kesulitan karier.
Penting juga untuk memahami dinamika kekuasaan di tempat kerja. Perempuan harus berani menjadi proaktif dalam mencari mentor atau sponsor, baik pria maupun wanita, yang dapat memberikan pandangan objektif dan membantu kita menavigasi struktur organisasi yang kompleks.
Selain itu, aspek kesehatan mental tidak boleh diabaikan. Menjaga keseimbangan hidup dan kerja (work-life balance) dan mengenali tanda-tanda burnout adalah bagian dari manajemen diri yang krusial untuk keberlanjutan karier jangka panjang.
Dalam memilih jalur karier, jangan membatasi diri pada bidang yang “diperuntukkan” untuk perempuan. Dunia karier membutuhkan berbagai macam perspektif dan pendekatan untuk inovasi sejati. Keberagaman gender adalah kekuatan kompetitif, bukan sekadar isu sosial.
Seorang perempuan juga perlu mengadopsi mentalitas pembelajaran seumur hidup (lifelong learning). Dunia kerja berubah cepat; adaptasi dan kemampuan untuk belajar hal baru adalah kunci survival dan progresivitas. Ini adalah proses transformasi diri yang berkelanjutan. Dengan strategi yang matang, semangat juang yang tinggi, dan pemahaman ilmiah terhadap tantangan, mahasiswi hari ini akan mendominasi kancah profesional masa depan. Mereka adalah pemimpin yang dinantikan. Tidak ada yang menginginkan seorang pemimpin bermental kerupuk, mager, dan moodyan. Jangan bermimpi menjadi perempuan dengan karir cemerlang, ketika melakukan hal kecil saja masih menunggu mood anda baik. Manfaatkan kesempatan dan waktu sebaik mungkin, bangun relasi, gali potensimu. (*)
Tinggalkan Balasan