Tivanusantara – Kehadiran Harita Nickel di Maluku Utara ternyata tidak memberi kontribusi positif terhadap masyarakat dan daerah. Justru sebaliknya, hadirnya grup tambang kakap ini merenggut kehidupan masyarakat, khususnya di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.

Tidak sekadar meluluh-lantahkan wilayah darat, seperti perkebunan warga. Malah lebih dari itu, hadirnya Harita Nickel bersama beberapa anak perusahaannya, seperti PT Trimega Bangun Persada PT Gane Sentosa Permai, PT Halmahera Persada Lygend, PT Megah Surya Pertiwi, dan PT Halmahera Jaya Feronikel, bahkan disebut-sebut sebagai penyebab tercemarnya sumber air, yakni air sungai dan air laut.

Pencemaran udara akibat debu dan polusi di seputaran pulau Obi yang berdampak pada kesehatan warga, diduga ulah dari Harita Nickel. Bukan hanya, hadirnya Harita Nickel dengan sejumlah anak perusahaannya ini memicu konflik sosial lantaran terjadi intimidasi dan kekerasan terhadap warga yang tanah sebagai ruang hidupnya. Informasi yang dihimpun Nuansa Media Grup (NMG) menyebutkan, Harita Nickel bahkan melakukan pencaplokan lahan warga secara sepihak tanpa dilakukan negosiasi dan ganti rugi.

Masalah CSR

Tak hanya masalah pencemaran lingkungan dan perampasan ruang hidup, Corporate Social Responsibilty (CSR) Harita Nickel juga diduga bermasalah, karena diduga tak tepat sasaran atau tidak bersentuhan langsung dengan warga terdampak tambang. Harita Nickel dalam laporannya telah menggelontorkan anggaran untuk program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang cukup besar. Sejak 2021 hingga 2024, total anggaran CSR PPM senilai Rp 307,99 miliar.

Dana CSR PPM disalurkan setiap tahunnya. Pada tahun 2021 sebedar Rp 12,77 miliar, tahun 2022 sebesar Rp 21,62 miliar, tahun 2023 Rp 123,6 miliar, dan tahun 2024 sebesar Rp 150 miliar. Ratusan anggaran PPM yang diperuntukkan untuk pemberdayaan masyarakat lingkar tambang, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, itu justru minim sekali dampak yang dirasakan masyarakat.

Lihat saja masyarakat Desa Kawasi yang jaraknya hitungan meter dengan aktivitas perusahaan tersebut, namun untuk listrik saja mereka tak menikmati 24 jam. Tidak hanya listrik,  infrastruktur lainnya juga minim dirasakan masyarakat.

Salah satu putra Obi, Meidi Noldl Kurama, mempertanyakan ratusan miliaran anggaran PPM itu dikemanakan? Padahal, tujuan dari program PPM ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Apakah sejauh ini masyarakat sudah sejahtera dengan program pemberdayaan ini? Lantas kemana aliran anggaran ratusan miliaran yang katanya untuk masyarakat,” ujar Noldi kepada wartawan, Kamis (21/8).

Noldi menyatakan kondisi masyarakat Obi saat ini jauh dari kata sejahtera. Minimnya infrastruktur, geliat ekonomi juga menurun. Hal ini memberi bukti bahwa program PPM dengan anggaran ratusan miliaran itu minim manfaatnya untuk masyarakat Obi. “Jika anggaran pemberdayaan ini difokuskan untuk pertanian, pertanyaannya sudah berapa banyak petani yang diberdayakan itu hidupnya sejahtera atau tingkat ekonominya di atas rata-rata. Begitu juga UMKM, sektor pendidikan, kesehatan dan sebagainya,” tutur Noldi.

“Pihak Harita harus terbuka terkait anggaran PPM ini. Karena yang kami rasakan, masyarakat di Obi masih jauh dari sentuhan pemberdayaan yang anggaran mencapai 300 miliar itu,” sambungnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Obi Yaret Colling juga ikut menanggapi besarannya anggaran CSR ini. Menurutnya, anggaran CSR untuk program PPM sangat besar, tapi berbanding terbalik dengan realitas yang terjadi masyarakat desa lingkar tambang. “Anggaran ini terdengar memang lucu dan tidak berbanding pada realitas kehidupan warga lingkar tambang. Besaran jumlah anggaran ini terdengar tidak main-main. Besar sekali hampir setengah triliun,” katanya.

Menurutnya, andaikan besarnya anggaran PPM ini tepat sasaran, maka orang Obi sudah dipastikan sejahtera dan tidak lagi mengeluhkan masalah ekonomi maupun sosial. Sehingga itu, ia meminta negara harus hadir melalui penegakan hukum, karena kondisi ini dapat dipastikan ada dugaan oknum-oknum di bidang CSR yang bermain.

“Silakan teman-teman wartawan bisa datang ke Obi. Titik lihatnya cukup di Desa Kawasi saja. Perusahaan sebesar itu dengan anggaran yang cukup banyak, tetapi warga Kawasi kurang mendapat perhatian penuh dari pihak perusahaan,” ujarnya mengakhiri. (xel)