Oleh: Riski Mansur
___________________
PEMBANGUNAN desa tak boleh sekadar ekonomi tumbuh, harus memuliakan kearifan lokal. Di Maluku Utara, percepatan pembangunan adalah kebutuhan; namun, bagaimana agar identitas budaya tak terkikis oleh modernisasi?
Menurut data BPS, populasi provinsi ini pada pertengahan 2024 mencapai 1,355,620 jiwa, dengan pertumbuhan sekitar 2,07 % per tahun. Publikasi “Statistik Potensi Desa Provinsi Maluku Utara 2021” menjadi landasan komprehensif, mencakup infrastruktur, pendidikan, kesehatan, sampai potensi budaya setiap desa. Ini seharusnya menjadi basis pembangunan yang peka desa, bukan sekadar angka agregat.
Desa-desa di Maluku Utara berkontribusi pada lonjakan ekonomi provinsi yang mencapai puncak (20,49 % di 2023), skala tertinggi nasional. Tetapi: apakah ini dinikmati merata? Apakah dana dan pembangunan menyuburkan identitas desa seperti bahasa, adat, dan tarian?
Berita menggembirakan datang dari PLN, yang telah menyediakan listrik 24 jam di beberapa pulau kecil. Namun, menurut data nasional, masih ada ribuan desa 3T yang belum terjangkau listrik penuh. Inilah ujian: membangun fasilitas, tapi apakah akses menjadi adil?
Identitas Budaya: Apa Suara Komunitas Lokal?
Maluku dikenal dengan keragaman suku, bahasa, dan adat yang kuat. Seorang netizen mencatat:
“Bukan membedakan diri, memang di Maluku identitas kesukuan cukup kuat. Tiap gugus kepulauan dengan bahasa daerahnya sendiri juga sistem adat sendiri”. Ini menegaskan bahwa pembangunan tanpa sensitivitas budaya akan mengikis modal sosial desa.
Tantangan Nyata: Korupsi, Pemberdayaan, dan Indeks Desa Membangun (IDM)
Dana Desa telah mengubah banyak wilayah; desa “mandiri” meningkat drastis dari 174 menjadi 6.238 desa dalam 9 tahun terakhir. Namun, ada ironi: “usahakan jalan aspal di desa, tapi apa ada korupsi?” Kritik masyarakat terhadap praktik pembengkakan biaya tanpa efisiensi masih terjadi. Indeks Desa Membangun (IDM) juga diwarnai ketimpangan bobot: indikator ekonomi mendominasi, sementara sosial dan lingkungan kurang mendapat porsi setara.
Menjaga Akar, dan Menatap Masa Depan
* Perkuat pengembangan berbasis potensi lokal: budaya, bahasa, kerajinan, multisektor yang berkelindan.
* Strategi pembangunan inklusif: jangan hanya fisik; pendampingan kapasitas, pelibatan masyarakat.
* Transparansi anggaran dan pengawasan ketat: agar dana Desa benar-benar sampai kepada komunitas.
* Reformulasi IDM: agar indikator budaya dan sosial mendapat bobot proporsional.
Maluku Utara berada di persimpangan: antar modernisasi dan identitas lokal. Pembangunan desa tak boleh hanya soal fiktif angka ekonomi, tapi soal bagaimana sebuah desa tetap berbicara dengan suaranya sendiri. Keseimbangan itulah yang harus kita jaga, desa maju tanpa kehilangan nyawa budaya. (*)
Tinggalkan Balasan