Tivanusantara – Ratusan masyarakat dari berbagai penjuru wilayah Oba dan Sofifi berkumpul di halaman Masjid Raya Shaful Khairat, Sofifi, Jumat (18/7) siang kemarin.

Mereka berkumpul menandatangani petisi rakyat mendukung daerah otonomi baru (DOB) Kota Sofifi. Petisi ini bukan sekadar kumpulan tanda tangan, tetapi merupakan representasi suara murni masyarakat yang selama ini merasa terpinggirkan dan tidak mendapatkan keadilan pembangunan sebagai pusat pemerintahan provinsi.

Ketua Majelis Rakyat Kota Sofifi (MARKAS), Muhammad Imam, mengatakan penandatanganan petisi terhadap dukungan DOB Sofifi ini lahir dari kesadaran kolektif tanpa intervensi elit atau kepentingan politik tertentu.

“Gerakan tanda tangan petisi ini merupakan panggilan nurani masyarakat Maluku Utara dalam menagih janji negara menjadikan Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara sebagaimana amanat UU Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara,” ujarnya.

Menurut Imam, dalam UU Nomor 46 Tahun 1999 Pasal 9 Ayat 1 tegas menyebutkan bahwa Ibu Kota Provinsi Maluku Utara berkedudukan di Sofifi. Lebih lanjut, pada Pasal 20 Ayat 2 menyebutkan selambat-lambatnya lima tahun Ibu Kota Provinsi Maluku Utara yang defenitif telah difungsikan.

“Namun sangat disayangkan, amanat UU tersebut sengaja tidak dilaksanakan oleh pemerintah,” tandasnya.

Nyaris 26 tahun, Sofifi menjadi pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara. Namun hingga kini, Sofifi belum menikmati infrastruktur dan layanan publik sebagaimana mestinya. Tanpa status kota, pengelolaan anggaran, perizinan, dan pembangunan kota tetap bergantung pada Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, yang pusatnya justru berada jauh dari Sofifi.

Bahkan, ketimpangan ini dirasakan tajam oleh masyarakat yang tinggal dan beraktivitas setiap hari di Sofifi.

“Bayangkan, kami tinggal di ibu kota provinsi tapi seperti warga pinggiran. Rumah sakit rujukan tidak ada, pelayanan publik terbatas, anggaran pembangunan minim. Apakah ini adil?,” tanya Imam.

Imam yang merupakan putra asli Sofifi menyebut petisi ini tidak lahir dari amarah masyarakat, tetapi berangkat dari kesadaran konstitusional yang kadang tidak dihiraukan oleh pemerintah. Karena memenurutnya, bilamana ada pihak lain yang berupaya melakukan pengarahan ASN untuk menghalang-halangi tuntutan ini merupakan tindakan pembangkangan terhadap konstitusi, dan itu kejahatan luar biasa.

“Petisi ini merupakan penanda bahwa perjuangan DOB Kota Sofifi telah memasuki fase yang lebih matang. Untuk itu, kami ingin negara mendengar. Ini bukan teriakan kosong. Ini suara masyarakat yang haus keadilan,” ungkapnya.

Penggalangan petisi ini telah ditandatangani oleh ratusan orang dan masih terus bertambah karena akan dilakukan disetiap desa maupun kelurahan.

Karena itu lanjut dia, Bagi masyarakat Maluku Utara, terutama masyarakat Sofifi, perjuangan ini bukan hanya tentang administrasi wilayah. Ini adalah bagian dari identitas dan keberlanjutan sejarah Sofifi sebagai bagian penting dari peradaban lahirnya provinsi Maluku Utara pada era reformasi.

“Sofifi bukan milik satu suku, satu kampung, atau satu kepentingan. Sofifi adalah milik semua masyarakat Maluku Utara,” tegas imam.

“Dengan semakin menguatnya dukungan masyarakat, semakin jelas bahwa DOB Kota Sofifi bukan sekadar wacana. Ia telah menjadi desakan rakyat yang wajib dijawab oleh negara. Jika ini tidak segera dijawab maka rakyat Maluku Utaralah yang akan menentukan jawabannya sendiri,” pungkasnya.