Oleh: Mustari
(Advokat)
____________
DALAM negara demokrasi yang berdasarkan hukum, semua pihak termasuk instasi Pemerintah termasuk Polri/TNI wajib tunduk pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak ada satupun institusi yang berada di atas hukum.
Baru-baru ini Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang dibacakan pada 13 November 2025, menganulir frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Dengan demikian, anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Namun dalam perkembangannya, putusan MK yang bersifat final dan mengikat itu, tidak segera dijalankan dan ditafsirkan berbeda bahkan menerbitkan Perpol nomor 10 tahun 2025 yang mengatur penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi kepolisian atau di 17 Kementerian atau Lembaga.
Tindakan yang diduga tidak menjalankan putusan MK ini, juga mempertanyakan komitmen Polri tentang komitmen reformasi Polri dengan dalil memperkuat agenda reformasi Polri yang dibentuk. Tim Transformasi Reformasi Polri melalui Surat Perintah Nomor Sprin/2749/IX/2025 tertanggal 17 September 2025 yang lalu. Yang katanya bertujuan untuk mengevaluasi program yang ada, menyerap aspirasi masyarakat, serta melakukan perbaikan dan transformasi institusi Polri agar lebih berintegritas, profesional, transparan, netralitas dan sesuai harapan masyarakat.
Tak hanya itu, ketika Polri melanggar putusan MK sama halnya melanggar tatanan hukum yang menjadi fondasi bernegara, hal ini dapat diduga pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip bernegara yang baik dan benar. Tindakan melawan hukum juga dapat menyebabkan ketidakpercayaan publik, ketidakadilan dan pada akhirnya mengganggu ketertiban sosial atau konfik di masyarakat.
Perpol 10/2025 Tabrak Hukum dan Inkonstitusional
Respon Kapolri dengan membuat Perpol nomor 10 tahun 2025 yang mengatur anggota Polri dapat ditugaskan di 17 Kementerian/Lembaga. Hal ini jelas–jelas bermasalah dan inkonstitusional, tidak berdasar serta mencederai tuntutan publik mengenai reformasi Polri yang direspon baik oleh Presiden Prabowo sebagaimana dibentuk Tim Percepatan Reformasi Polri yang sekarang ini masih berjalan.
Polri Pastikan Sesuai Regulasi
Di beberbagai media berita online, Karo Penmas Divisi Humas Polri menjelaskan yang menjadi dasar regulasi Perpol Nomor 10 tahun 2025 adalah:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya yang masih memiliki kekuatan hukum mengikat;
2. Pasal 19 ayat (2) b UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada Pasal 19 ayat (2) huruf b disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi dari anggota Polri;
3. Pasal 147 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Polri Salah Kaprah
Bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, dalam putusannya:
MK menegaskan anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari institusi kepolisian.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,”
Selain itu, Perpol juga bertentangan dengan pasal 19 ayat (3) UU No 20 thn 2023 ttg ASN:
“Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian hanya dapat menduduki jabatan sipil tertentu sesuai dalam pengaturan undang-undang masing-masing”.
Sedangkan pada Pasal 147 dan Pasal 148 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Yang pada intinya menegaskan bagi anggota TNI dan Polri yang ditempatkan dijabatan sipil harus berdasarkan UU dan UU TNI & Polri:
Pasal 147:
Jabatan ASN tertentu di lingkungan Instansi Pusat tertentu dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 148 ayat (2):
Jabatan ASN tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di instansi pusat dan sesuai dengan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Poin penting:
– Pasal yang dimaksud dalam UU ASN memisahkan jabatan sipil dan militer/polisi, harus diatur dalam UU khusus TNI dan Polri bukan hanya ASN dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
– Penempatan TNI/Polri dijabatan sipil harus diatur dalam UU khusus TNI/Polri yang menjadi landasan utama, bukan hanya UU ASN dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
– Jika merujuk pada UU TNI & UU Polri, pada UU TNI menyebut 14 jabatan sipil yang bisa ditempati anggota TNI, sedangkan UU Polri sama sekali tidak menyebut ada jabatan sipil yang bisa ditempati anggota Polri.
– Kemudian perlu dipahami dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan: sistem hukum Indonesia, Putusan MK memiliki kedudukan yang lebih tinggi (bersifat final dan mengikat) daripada Peraturan Pemerintah. Putusan MK berfungsi sebagai “undang-undang negatif”, yang berarti putusan tersebut membatalkan atau menyatakan bahwa suatu norma dalam Undang-Undang bertentangan dengan UUD 1945, dan oleh karena itu norma tersebut tidak berlaku lagi secara hukum.
Menurut hemat penulis, seharusnya melihat Putusan MK ini menguatkan kembali prinsip Netralitasnya dan profesionalitas Polri, sesuai harapan masyarakat, serta pentingnya batas tegas antara jabatan kepolisian dan jabatan sipil. (*)

Tinggalkan Balasan