Oleh: ZZZ
Dosen Universitas Khairun
_______________
AKHIR-akhir ini, upaya Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, untuk membangun Jalan Trans Kie Raha (Halmahera) terus mendapat sorotan. Kritik muncul karena infrastruktur di ibu kota Sofifi masih terbilang minim, begitu pula kondisi jalan di berbagai daerah yang rusak parah, bahkan ada yang belum terhubung sama sekali, seperti di Taliabu, Sula, Halmahera Selatan, dan wilayah lainnya. Namun demikian, Gubernur Sherly tetap teguh pada komitmennya agar proyek jalan sepanjang 63 kilometer tersebut tetap dilanjutkan sebagai simbol perubahan, penanda tekad pemerintah membuka isolasi wilayah serta mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di Halmahera.
Perdebatan mengenai pembangunan Jalan Trans Kie Raha (Halmahera) ini semakin mengemuka, manakala beberapa kader Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MW-KAHMI) Maluku Utara secara lantang mengkritisi proyek ini. Ketua KAHMI Maluku Utara bahkan menegaskan bahwa pembangunan Jalan Trans Halmahera perlu ditinjau ulang (Haliyora, 25 November 2025). Kritik serupa juga datang dari Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara, yang mendesak pemerintah untuk mengaudit proyek tersebut karena dinilai lebih menguntungkan oligarki (Viva Banten, 30 November 2025). Puncaknya ketika acara dialog terbuka yang digagas MW-KAHMI Maluku Utara dengan mengundang Gubernur Sherly untuk Diskusi Terbuka di salah satu Café di Ternate pada 7 Desember 2025, namun Gubernur Sherly memilih tidak hadir. Oleh KAHMI menyebut Gubernur Sherly Takut Kebijakannya Dikuliti (PilingNews, 7 Desember 2025). Jika demikian, pertanyaannya adalah; Apakah pembangunan Jalan Trans Halmahera, simbol harga diri Muluku Utara? Mari kita diskusikan lebih mendalam.
Bagi saya, sebagai akademisi yang bersikap netral dan tidak berpihak kepada siapapun, kebijakan ini terlihat berada di jalur yang tepat (on the track). Proyek Jalan Trans Halmahera berpotensi memberikan beberapa nilai positif, antara lain sebagai berikut:
Akses yang Layak bagi Warga Halmahera
Pembangunan Jalan Trans Halmahera bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan investasi strategis yang menentukan masa depan masyarakat dan perekonomian Pulau Halmahera. Pulau dengan luas 17.780 km² ini menjadi tempat tinggal bagi enam kabupaten/kota. Dari total penduduk Maluku Utara sebesar 1.355.620 jiwa (BPS, 2024), lebih dari 50 persen atau sekitar 650.000 jiwa menetap di Pulau Halmahera. Menelusuri pulau ini, terlihat jelas besarnya potensi yang dimilikinya: kekayaan flora dan fauna, sumber daya tambang, destinasi wisata yang eksotis, hingga keberadaan masyarakat adat Suku Togutil di pedalaman. Namun demikian, sebagai wilayah dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, Halmahera membutuhkan infrastruktur transportasi utama yang mampu menghubungkan desa, kecamatan, dan kabupaten secara efisien serta berkelanjutan. Jalan Trans Halmahera menjadi tulang punggung konektivitas yang krusial untuk mendukung mobilitas masyarakat, memperlancar distribusi barang, dan mempercepat pembangunan wilayah secara menyeluruh.
Saat ini masih banyak wilayah di Halmahera yang sulit dijangkau karena kondisi jalan yang terbatas. Pembangunan jalur trans akan membuka isolasi dan menghadirkan akses yang lebih mudah terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan administrasi pemerintahan. Dengan akses yang lebih baik, perjalanan antarwilayah tidak hanya menjadi lebih cepat, tetapi juga lebih aman dan terjangkau.
Beberapa waktu lalu, saya menempuh perjalanan dari Sofifi ke Maba yang memakan waktu sekitar lima jam waktu yang cukup lama, ditambah kondisi jalan yang berkelok-kelok dan tidak mulus. Hal serupa terjadi ketika saya melakukan perjalanan dari Sofifi ke Patani, yang harus ditempuh dalam waktu lima hingga enam jam karena jalur yang tersedia mengharuskan melewati rute Sofifi-Gita-Weda sebelum ke Patani. Jika pembangunan Jalan Trans Halmahera benar-benar terwujud, sangat mungkin waktu tempuh ini akan menjadi jauh lebih singkat, sehingga mobilitas masyarakat dapat meningkat secara signifikan.
Memenuhi Kebutuhan Dasar Warga
Jalan yang memadai memastikan distribusi kebutuhan pokok seperti pangan, BBM, dan barang rumah tangga dapat berlangsung tanpa hambatan. Ketika jalur transportasi lancar, biaya distribusi dapat ditekan, sehingga harga barang menjadi lebih stabil dan terjangkau bagi masyarakat di daerah terpencil. Hal ini berdampak langsung pada peningkatan kualitas hidup warga Halmahera secara keseluruhan. Secara ekonomi, infrastruktur jalan yang memadai merupakan faktor kunci dalam menekan biaya logistik dan meningkatkan efisiensi distribusi barang. Jalan yang baik memungkinkan pergerakan kebutuhan pokok seperti pangan, BBM, dan barang rumah tangga berlangsung tanpa hambatan. Kondisi ini dikenal sebagai reduksi biaya transaksi, sebuah konsep yang populerkan oleh ekonom Ronald Coase (1991), bahwa biaya pertukaran barang dan jasa akan menurun ketika hambatan fisik dan struktural berkurang.
Selain itu, Trans Kie Raha juga membuka arah baru bagi pengembangan sumber daya manusia di Maluku Utara. Pembangunan jalan ini tidak hanya mempermudah mobilitas barang dan jasa, tetapi juga menciptakan akses pendidikan yang lebih luas bagi warga Halmahera. Dengan konektivitas yang semakin baik, masyarakat dapat lebih mudah mencapai pusat-pusat pendidikan di Sofifi maupun Ternate nantinya, yang menjadi lokasi berbagai perguruan tinggi terkemuka, seperti Universitas Khairun, IAIN Ternate, Poltekkes Ternate, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Universitas Nahdlatul Ulama (UNUTARA), serta beberapa kampus dan sekolah tinggi lainnya.
Akses pendidikan yang lebih cepat dan terjangkau berarti hambatan geografis, yang selama ini menjadi kendala utama bagi banyak keluarga di wilayah-wilayah terpencil dapat teratasi. Biaya transportasi menurun, waktu tempuh lebih singkat, dan kesempatan bagi generasi muda untuk melanjutkan pendidikan menjadi lebih besar. Dalam jangka panjang, hal ini akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Halmahera, memperkuat daya saing daerah, dan mendorong lahirnya tenaga-tenaga profesional yang dapat kembali membangun kampung halamannya.
Lebih jauh lagi, kemudahan akses ini juga mendukung terbentuknya knowledge corridor, yakni alur pertukaran pengetahuan dan inovasi antara pusat kota, kampus, dan wilayah-wilayah lain di Halmahera. Mahasiswa, dosen, dan peneliti dapat melakukan kegiatan akademik lintas daerah dengan biaya dan waktu yang lebih efisien, yang selama ini sering menjadi kendala. Hal ini mendorong dinamika intelektual sekaligus memperkaya ekosistem pendidikan di Maluku Utara.
Titik Tumpu Baru Ekonomi Pulau Halmahera
Pembangunan Jalan Trans Halmahera berpotensi menjadi titik tumpu baru bagi pertumbuhan ekonomi Pulau Halmahera. Dengan terbukanya jalur penghubung antarwilayah, sentra produksi pertanian, perikanan, perkebunan, hingga industri tambang dapat bergerak lebih efisien menuju pasar yang lebih luas. Infrastruktur ini menciptakan alur ekonomi baru yang lebih terintegrasi, cepat, dan berdaya saing. Ketika konektivitas meningkat, maka pergerakan logistik akan berlangsung lebih cepat, biaya angkut menurun, dan arus barang menjadi lebih efisien. Dalam teori ekonomi wilayah, kondisi ini disebut sebagai economic corridor effect, yaitu ketika infrastruktur menghubungkan titik-titik produksi sehingga membentuk jalur pertumbuhan ekonomi baru.
Akses yang lebih cepat dan murah akan mendorong UMKM meningkatkan kapasitas produksi karena pasar yang dapat dijangkau semakin luas meminjam bahasanya Bung Ota Adam (Akademisi Unkhair). Produk lokal yang sebelumnya hanya berputar di pasar desa atau kecamatan, kini dapat masuk ke pasar provinsi bahkan ke kabupaten/kota lain, sehingga daya saing meningkat. Tidak hanya itu, investor lebih tertarik menanam modal di daerah yang memiliki kepastian akses transportasi, karena risiko logistik yang lebih rendah.
Adanya Jalan Trans Halmahera, warga Patani misalnya, dapat dengan mudah mengirim hasil perkebunan seperti pisang, tikar kalasa, maupun ikan garam ke Sofifi atau Ternate tanpa harus menempuh perjalanan panjang dan berliku. Begitu pula sebaliknya: barang kebutuhan pokok dari Sofifi dan Ternate dapat masuk ke Kobe, Patani, Buli, Maba dan lain sebagainya dengan lebih cepat dan harga yang lebih terjangkau. Arus barang yang dua arah ini menciptakan economic circulation yang lebih dinamis, sehingga ekonomi lokal dapat tumbuh lebih hidup.
Dengan demikian, kehadiran Jalan Trans Halmahera bukan hanya mempermudah mobilitas, tetapi juga menjadi pemicu lahirnya ruang ekonomi baru yang dapat menggerakkan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata di Halmahera.
Keberadaan jalan trans juga dapat menghidupkan ekonomi desa-desa yang sebelumnya tidak tersentuh arus perdagangan. Termasuk jika kita ingin berwisata ke Gua Boki Maruru di Sagea, atau di Pantai Jara-Jara, bisa dengan mudah dan cepat.
Sebagai Harga Diri Maluku Utara
Infrastruktur yang baik merupakan simbol kemajuan suatu daerah. Kehadiran Jalan Trans Halmahera memungkinkan masyarakat merasakan bahwa daerah mereka diperhatikan dan dihargai. Proyek ini bukan sekadar soal fisik jalan, melainkan juga tentang kebanggaan kolektif, bahwa Halmahera dan Maluku Utara mampu sejajar dengan wilayah lain di Indonesia yang lebih maju. Selama ini, kita sering menyoroti ketimpangan pembangunan di Indonesia. Mungkin inilah salah satu jawaban nyata terhadap persoalan tersebut. Sebagai akademisi, saya menilai bahwa pembangunan Jalan Trans Halmahera berpotensi memperkuat rasa memiliki, menumbuhkan semangat membangun, dan meningkatkan optimisme masyarakat terhadap masa depan daerahnya.
Dengan kata lain, proyek ini bukan hanya membangun jalan, tetapi juga membangun kepercayaan sekaligus menjadi simbol harga diri masyarakat Halmahera. Namun, pernyataan ini mungkin terdengar klise bagi warga Tabapoma, Tomara, Wayatim, Silang hingga Liaro di Pulau Bacan, atau masyarakat Tikong Pulau Taliabu, yang sampai hari ini masih menanti gebrakan Gubernur Sherly untuk membuka akses jalan di wilayah-wilayah yang masih terisolasi. Mereka berharap bahwa pembangunan tidak hanya terpusat di satu koridor, tetapi juga menyentuh daerah-daerah lain yang sejak lama membutuhkan perhatian dan pemerataan infrastruktur.
Catatan Penting termasuk Aspek Lingkungan
Saya sependapat dengan Gubernur Sherly bahwa keberadaan Jalan Trans Kieraha akan membuka banyak akses investasi baru dan menjadikan Maluku Utara lebih siap menjadi tuan rumah berbagai event berskala nasional, khususnya di kawasan Indonesia Timur. Demikian juga setelah 26 tahun berstatus sebagai ibu kota provinsi, Sofifi masih belum memiliki bandara dan perputaran ekonominya belum sepenuhnya mencerminkan besarnya potensi Maluku Utara. Karena itu, pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan trans menjadi langkah strategis untuk mendorong aktivitas ekonomi, menarik investor, serta mengangkat posisi Maluku Utara dalam peta pembangunan nasional.
Meskipun demikian, proses pembangunan juga harus membuka ruang komunikasi serta meminta saran dan masukan dari berbagai pihak, mulai dari akademisi, para ahli, tokoh masyarakat, hingga organisasi kemasyarakatan. Apa yang disampaikan oleh KAHMI bukan berarti mereka tidak mendukung proyek ini, melainkan meminta agar pemerintah lebih terbuka dalam menjelaskan proses, manfaat, dan implikasi pembangunan tersebut. Sebaliknya, organisasi masyarakat yang mendukung proyek ini pun tidak boleh mengabaikan berbagai aspek penting, terutama terkait regulasi dan potensi dampak lingkungan yang mungkin timbul.
Yang tak kalah penting adalah Pembangunan Jalan Trans Halmahera harus selalu memperhatikan kelestarian lingkungan, agar infrastruktur yang dibangun tidak merusak ekosistem hutan, sungai, dan habitat flora-fauna di Pulau Halmahera. Apabila Feasibility Study (FS) telah disusun, instrumen dan variabel lingkungan, seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan dokumen terkait lainnya, wajib menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan proyek.
Selain itu, pembangunan jalan tidak seharusnya hanya fokus pada Trans Halmahera, tetapi juga mencakup jaringan trans lainnya, seperti di Sanana, Taliabu, lingkar Pulau Bacan, hingga Pulau Obi. Dengan demikian, rasa keadilan pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh warga Maluku Utara, atau yang dikenal dengan sebutan Moloku Kie Raha. Kira-kira demikian.!!! (*)

Tinggalkan Balasan