Oleh: Rosanti Fatmona
Kabid Perempuan PD KAMMI Ternate

____________

TUBUH dan kecantikan memang menjadi urusan utama bagi seorang perempuan, dari ujung rambut sampai kaki tampaknya terlihat penting bagi perempuan untuk merasa cantik. Hal ini karena dari diri perempuan bersifat potongan-potongan estetik seperti yang sering nampak dari beberapa bagian seperti wajahnya, bola matanya dan lainnya.

Tuntutan kecantikan secara permanen ini sering ditekankan pada perempuan. Sejak usia dini, perempuan sudah dikenal dengan bentuk kecantikan dan tubuh indahnya, dikenal dengan perempuan harus memakai gaun yang bagus, hills, bahkan hingga menggaris keningnya atau berdandan.

Dalam penekanan kecantikan ini menjadi ajang perlombaan atau persaingan antar sesama perempuan, sebab kita sering menemukan dalam suatu pertemuan antara anggota keluarga akan ada anak perempuan yang sering dibanding-bandingkan si A rambutnya bagus, si B kulitnya putih dan seterusnya, yang terlihat cantik akan tetap dipuji dan yang terlihat di bawah standar cantik akan tetap diabaikan, kurang diperhatikan bahkan akan mendapat komentar negatif.

Sementara itu, perempuan yang memiliki kecantikan akan lebih dominasi untuk dikontruksikan pada media dengan iklan-iklan seperti iklan kecantikan di TV. Hal semacam ini yang membuat perempuan lebih mendominasi untuk memperkaya kosmetik agar tetap tampil menarik dan indah. Padahal kecantikan itu tidak hanya sebatas kemulusan dari anggota tubuh, maka jangan heran lagi jika perlombaan bukan lagi tentang perempuan yang memperkaya khazannah ilmu pengetahuan dibandingkan dengan berapa banyak kosmetik yang harus dibelanjakkan.

Dalam buku yang dikarang oleh Ester Lianawati yang berjudul “Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap perempuan”. Seorang bernama Thompson menegaskan bahwa masyarakat patriarkis telah membuat perempuan frustasi dengan menghambat pemenuhan dorongan-doronganya. Dari sini kita bisa melihat bahwa penekanan standar kecantikan inilah yang membuat perempuan tidak diberi kesempatan untuk bertumbuh, maka tidak heran lagi jika akhirnya harga diri perempuan menjadi rendah.

Perempuan tidak hanya diberikan kesempatan untuk tumbuh, namun juga karena masyarakat sudah menancapkan dalam diri perempuan dengan sebuah mitos yang bernama mitos kesempurnaan. Masyarakat menetapkan bahwa definisi perempuan ideal harus dipenuhi perempuan misal karakter, fisik, termasuk sikap dan perilakunya sadar dan tidaknya perempuan mengikuti standar ini untuk tetap terlihat normal sesuai dengan standar kenormalan yang telah ditentukan untuk menjadi tetap sempurna sesungguhnya yang tidak realistis karena mereka menilai bahwa standar yang paling tampak adalah dari tampilan fisiknya. (*)