Tivanusantara – Pengelolaan anggaran hasil penarikan retribusi di Kota Ternate diduga bermasalah. Selain retribusi di pasar dan parkir, retribusi sampah juga mulai disorot publik. Retribusi sampah sejauh ini melekat di PDAM Ternate. Setiap pelanggan PDAM dikenai retribusi Rp 10 ribu per bulan. Artinya, dari 35.000 pelanggan, pihak PDAM bisa mengumpulkan uang Rp 4,2 miliar pada setiap tahun.

Ironisnya, ke mana hasil retribusi sampah itu mengalir dianggap tidak jelas. Kontribusi retribusi sampah ke pendapatan asli daerah (PAD) Ternate juga tidak tercatat secara transparan pada setiap tahun. Sehingga itu, publik menaruh harapan besar ke penegak hukum untuk melakukan penyelidikan atas penarikan retribusi sampah. Jika tidak, maka bukan tidak mungkin duit miliar rupiah setiap tahun mengalir ke kantong-kantong oknum tertentu.

Hal ini disuarakan sejumlah massa yang menamakan diri Koalisi pemberantasan korupsi (KPK) di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara, Selasa (18/11). Massa aksi mengungkapkan bahwa penarikan retribusi sampah ini dilakukan tidak transparan dan berpotensi menimbulkan penyelewengan. Sebab di beberapa kelurahan juga terdapat pungutan sampah rumah tangga.

Sehingga itu, massa aksi mendesak lembaga Adhyaksa itu segera memanggil dan memeriksa Wali Kota Ternate selaku kuasa pemilik modal dan Direktur Utama Perumda Ake Gaale Ternate untuk dimintai keterangan atas permasalahan ini.

Menanggapi hal itu, Kejati Malut melalui bidang intelijen langsung melakukan telaah atas informasi tersebut. Informasi yang diterima, Kepala Kejati, Sufari, sangat merespons tuntutan masyarakat itu. Ia bahkan memerintahkan kepada bawahannya agar membuat laporan intel terkait masalah ini.

Sekadar informasi, penarikan restribusi sampah oleh PDAM ini dipotong langsung setiap pelanggan yang hendak membayar tagihan air. Total ada 35 ribu lebih pelanggan PDAM Kota Ternate dengan biaya retribusi sampai Rp 10 ribu per pelanggan. Maka dalam setahun pendapatan restribusi sampah mencapai Rp 4,2 miliar. (xel)