Oleh: Diana Anggraeni
______________
KONTROVERSI antara kepala sekolah dan murid di SMAN 1 Cimarang, Kabupaten Lebak, Banten, yakni antara Dini Fitria dan Indra, telah berakhir damai. Dini Fitria selaku kepala sekolah menampar Indra yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Orang tua Indra kemudian mencabut laporan terhadap Dini Fitria.
Peristiwa ini bermula ketika Indra diduga ketahuan sedang merokok di belakang sekolah. Dini sempat menegurnya, tetapi Indra mengaku tidak merokok. Dini pun menampar Indra. Aksi tampar tersebut menarik perhatian para siswa di sekolah itu. Sebanyak 360 siswa bahkan melakukan aksi mogok sekolah.
Kasus serupa juga terjadi di sebuah SMA di Makassar, di mana beredar foto seorang siswa yang merokok dengan santainya sambil memangku kaki di samping gurunya, Ambo. Foto tersebut viral di media sosial. Kasus ini bukan sekadar kenakalan remaja, tetapi juga mencerminkan ketakutan para pendidik di era modern saat ini.
Merokok saat ini bukan lagi hal yang tabu di kalangan remaja. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi sekitar 15 juta remaja berusia 13–15 tahun di seluruh dunia menggunakan rokok elektrik atau yang kita kenal dengan sebutan *vape*. Dalam laporan terbarunya, WHO menyebutkan bahwa remaja memiliki peluang lebih besar menggunakan *vape* dibandingkan orang dewasa.
Kapitalisme Menempatkan Pendidik dalam Posisi Rumit
Sungguh rumit posisi pendidik saat ini. Akar masalahnya terletak pada adanya ruang abu-abu dalam pelaksanaan disiplin siswa serta berkurangnya wibawa guru sebagai pendidik. Kejadian ini memperlihatkan bagaimana siswa merasa memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas etika.
Sementara di sisi lain, guru merasa tidak memiliki daya apa pun. Saat guru berusaha menegakkan disiplin terhadap siswanya, justru guru yang diadukan dan posisinya terancam.
HAM atau Hak Asasi Manusia dalam hal berpendapat, berekspresi, bertingkah laku, dan beragama yang digaungkan oleh penguasa justru membawa dampak buruk bagi pendidik dan murid. Kebebasan yang berlebihan melahirkan sikap yang buruk.
Kita hidup di bawah sistem liberal dan di negara yang kurang peduli, sehingga melahirkan generasi yang melanggar aturan dan mengalami krisis moral. Mereka berpikir bahwa merokok adalah tanda kedewasaan, jati diri, dan kebanggaan agar dianggap keren.
Di sisi lain, peraturan untuk tidak merokok memang sudah benar. Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah: mengapa rokok masih begitu mudah diakses oleh para remaja? Para remaja dapat dengan mudah membeli rokok di toko-toko terdekat.
Hal ini menjadi bukti bahwa negara lemah dalam pengawasan hal semacam ini. Walaupun demikian, segala bentuk kekerasan tetap tidak dapat dibenarkan. Karena itu, kita membutuhkan pendidikan yang mampu membuat remaja memahami siapa dirinya dan apa tujuan hidupnya.
Islam, Solusi Tuntas atas Segala Masalah
Dalam sistem pendidikan saat ini, tidak ada perlindungan yang jelas bagi guru. Para guru berada di bawah tekanan besar. Mengingatkan orang yang bersalah merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar, namun tentu bukan dengan kekerasan. Penting untuk mencari tahu dan memahami latar belakang seseorang dalam melakukan perbuatan tertentu.
Sistem pendidikan sekuler yang digunakan saat ini memberikan kebebasan tanpa batas, dan terbukti gagal menciptakan peserta didik yang bertakwa serta berakhlak mulia. Kita perlu menanamkan kembali nilai-nilai dasar sopan santun dan rasa hormat terhadap guru.
Dalam Islam, guru merupakan fondasi peradaban. Posisinya sangat terhormat dan mulia karena tugas guru adalah membentuk kepribadian murid. Guru bukan sekadar pembagi ilmu, tetapi juga pendidik yang memberikan teladan bagi muridnya.
Dalam Islam, hukum merokok bersifat mubah, tetapi harus dalam batas wajar dan tidak membahayakan diri sendiri. Merokok juga dapat berbahaya bagi kesehatan, baik bagi perokok aktif maupun pasif, serta dapat membuat hidup menjadi boros. Begitu banyak bahaya rokok bagi kehidupan manusia.
Dalam sistem Islam, pendidikan bukan hanya sebatas pemberian ilmu, tetapi juga pembentukan pola pikir dan pola sikap Islami. Hal ini akan melahirkan generasi yang sadar bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah, dan setiap perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Remaja Muslim harus memiliki prinsip dan bangkit menjadi generasi beriman, bukan perusak. Hal ini dapat terwujud jika kita hidup dalam sistem Islam — sistem yang telah terbukti berhasil memimpin dunia selama 14 abad. Sudah saatnya kita sadar bahwa waktu kita terbatas. Untuk membahagiakan para pendidik dan murid, jalan satu-satunya adalah dengan kembali kepada sistem Islam. (*)

Tinggalkan Balasan