Oleh: Mawar Sangadji
_____________
KELUARGA seharusnya menjadi tempat yang aman & nyaman untuk anggotanya tetapi kenyataannya dari keluarga didapati kekerasan, bahkan ada yang meninggal karena ulah anggota keluarganya. Di Malang, persoalan ekonomi suami istri cekcok sehingga berakhir tragis, suaminya menganiaya serta membakar istrinya sehingga tewas.
Di Pacitan, Jawa Timur, kesal disebut cucu pungut, seorang remaja 16 tahun membacok neneknya. Akhirnya si nenek mengalami luka yang cukup serius sehingga harus dirawat intensif di IGD RSUD dr. Darsono.
Bukan sekadar kekerasan rumah tangga yang marak terjadi kekerasan remaja tidak kalah miris, di kelurahan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara seorang remaja mencabuli & membunuh anak perempuan berusia 11 tahun pada Senin, 13 Oktober lalu, sedangkan itu pelajar SMP di Grobogan meninggal karena menjadi korban bullying.
Berita-berita di atas hanyalah setitik kasus di tengah menggunungnya kasus kekerasan, rangkaian kasus – kasus itu adalah alarm rusak ketahanan keluarga. secara fitrah hubungan anggota keluarga ialah hubungan yang penuh kehangatan, tetapi pada saat ini seseorang sangat mudah melakukan kekerasan baik itu rumah tangga & di luarnya.
Penyebabnya yaitu keluarga tidak lagi menjalankan fungsi dasarnya sebagai tempat menanamkan nilai agama, praktikkannya, serta bimbing keluarga untuk beriman & bertakwa. Akibatnya seluruh anggota keluarga kehilangan panduan hidup dan rapuh secara emosional sehingga memicu peningkatan kasus kekerasan dalam kehidupan manusia.
Penerapan sekulerisme
Tidak jalannya fungsi dasar keluarga sebagai tempat menanamkan nilai agama tidak terlepas dari paham sekularisme yang menyingkirkan agama dari kehidupan. Agama tidak lagi peran sebagai panduan hidup & pengendali perilaku anggota keluarga. Keluarga yang jauh dari agama menyebabkan mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak benar karena tidak paham mana yang benar & salah, jika terjadi masalah akan diselesaikan dengan gegabah, emosi serta tidak kontrol & memperturutkan hawa nafsu. Kasus-kasus kekerasan adalah bukti nyata.
Selain itu pendidikan dalam sistem sekuler hanya transfer ilmu. Anak didik hanya mengejar nilai sedangkan ilmu tidak diamalkan. Agama hanya pelajaran formal yang diajarkan di sekolah dengan durasi sangat minim.
Wajar jika output pendidikan tidak menghasilkan generasi kepribadian mulia. Malah krisis adab dan tampak makin nyata & dekadensi moral menjadi hal biasa. Generasi muda jatuh ke dalam jurang kenistaan yang dalam. Bahkan berbagai penyimpanan sosial menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Sistem pendidikan berbasis sekulerisme tidak akan pernah membawa kebaikan. Lihat saja para anggota keluarga pelaku kekerasan mereka produk pendidikan sekuler yang sudah mengakar dalam sistem pendidikan hari ini. Bahkan mereka yang sudah dibekali pendidikan agama di keluarga masih memungkinkan berbuat maksiat. Ini karena porsi pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan hanya materi pelengkap, bukan menjadi landasan & pedoman dalam melakukan perbuatan.
Dari sudut pandang anak-anak hanya diajarkan cara menjadi individu sukses dengan meraih materi sebanyaknya. Kebahagiaan dinilai dari kacamata materi & kesenangan duniawi. Sistem pendidikan sekuler tidak membentuk anak agar memiliki ketaatan & takwa. mereka hanya dididik cara meraih yang bersifat duniawi semata sehingga terbentuk sikap hedonistik.
Pendidikan sekuler tumbuhkan kebebasan tanpa batas, merusak moral generasi, serta membuat rasa takut kepada sang pencipta hilang.
Pendidikan yang diharapkan mencetak generasi cerdas justru melahirkan generasi mandul.
Negara telah mengeluarkan UU 23/2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT), faktanya KDRT bukan mereda justru naik. Data dari pusat informasi kriminal nasional (pusiknas) memberitahu tren jumlah kasus KDRT di Indonesia pada periode Januari hingga awal September 2025 naik.
Jumlah kasus KDRT tercatat sebanyak 1.146 perkara pada bulan Mei. Penerapan UU ini teryata tidak membuat kasus-kasus kekerasan berhenti, malah meningkatkan yang artinya, belum menyentuh akarnya sehingga tidak dapat tuntas masalah. Sanksi tidak tegas membuat UU ini tidak bergigi.
Dalam pemahaman sekuler anak atau anak di bawah umur adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Definisi ini terkadang menjadi tameng bagi remaja pelaku kriminal serta orang tua pelaku untuk melindungi perbuatan anak mereka melakukan kejahatan pelaku udah balig, SMP atau SMA, masih disebut anak di bawah umur. Paradigma ini akhirnya anak kurang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Solusi
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki seperangkat aturan kehidupan. Dalam pandangan Islam, memulai karakter remaja dari keluarga. Keluarga adalah ladang pendidikan pertama serta utama. Pembinaan kepribadian & penguasaan dasar-dasar tsaqafah Islam dilakukan melalui pendidikan serta pengalaman hidup sehari-hari & dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga, utamanya orang tua. Islam memerintahkan orang tua untuk memberi adab kepada anak sejak dini. Demikian juga hal ini di contohkan oleh Rasul Saw.
Selain itu keluarga dalam Islam arti apapun yang dilakukan di dunia berkonsekuensi di akhirat kelak. Inilah keluarga yang senantiasa menjadikan akidah Islam sebagai landasan dan syariat Islam sebagai panduan hidup hingga terbentuk keimanan & ketakwaan, serta tertanam rasa takut untuk berbuat maksiat. Hal ini akan membuat seseorang memegang teguh identitas kemuslimannya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Identitas itu ada 2 aspek yaitu pola pikir & pola sikap yang berpijak pada akidah Islam semata serta membentuk kepribadian Islam.
Di samping itu, Islam mewajibkan negara untuk menerapkan sistem pendidikan Islam, pendidikan formal dalam Islam secara garis besar pertama, kurikulum pendidikan, & metodologi pendidikan berdasarkan akidah Islam, kedua strategi membentuk pola pikir & pola jiwa Islam, ketiga tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam & membekali dengan ilmu masalah kehidupan.
Pendidikan Islam yang dimulai sejak dari keluarga berlanjut ke jenjang pendidikan formal yang disiapkan negara sistem pemerintahan Islam, akan mencetak generasi takwa, berakhlak mulia, terjauh dari maksiat dan tindak kekerasan sejak awal.
Kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan. Seorang istri adalah sahabat sejati suami dalam segala hal. Persahabatan mereka adalah persahabatan yang dapat memberikan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain.
Syariat Islam menjelaskan hak istri atas suami dan hak suami atas istrinya. Allah Taala telah mewasiatkan pergaulan yang baik di antara suami dan istri dalam firman-Nya, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut (makruf).” (QS An-Nisa’ [4]: 19).
Demikianlah Islam memberikan aturan agar dalam pernikahannya para suami bersahabat secara baik dengan istri-istri mereka. Jika pun ada persoalan rumah tangga yang tidak bisa diselesaikan oleh suami istri, Islam memberikan pintu darurat untuk keluar dari permasalahan melalui syariat perceraian, setelah segala upaya ditempuh, tetapi tidak menemukan kesepakatan. Dengan alasan apa pun Islam tidak membenarkan terjadinya KDRT.
Selain aturan-aturan di atas mewajibkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat sesuai dengan mekanisme yang sudah ditetapkan syariat.
Ketika sistem Islam memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat, institusi keluarga tidak akan kesulitan secara ekonomi. Apabila mereka miskin, Khalifah yang akan menjamin kebutuhannya melalui pos zakat. Jika mereka tidak ada pekerjaan, khalifah pula yang akan memberikan modal atau menyediakan pekerjaan. Sedangkan untuk sekolah, layanan kesehatan, dan lainnya akan disediakan khalifah secara berkualitas, terjangkau, bahkan gratis. Sistem Islam akan memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan perintah Rasulullah saw. melalui sabdanya, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu.” (HR Imam Muslim).
Demikianlah, penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam bingkai negara Islam akan menjaga dan mewujudkan keluarga sebagai surga karena keluarga akan menjadi tempat paling nyaman dan aman bagi semua anggota keluarga. Sistem Islam menetapkan kebijakan pendidikan yang bisa melahirkan manusia-manusia yang tidak hanya kukuh keimanan dan ketakwaannya, tapi juga kuat kepribadiannya dan paham pelaksanaan syariat Islam. Sistem Islam menjamin kesejahteraan dan keamanan dalam keluarga dan lingkungan sosial sehingga tidak mudah memicu segala hal yang mengarah pada tindak kekerasan.
Sistem Islam akan menerapkan sanksi yang tegas bagi siapa pun yang melanggar syariat Islam. Muhammad Husain Abdullah dalam kitab Dirasatu fi al-Fikri al-Islami (Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam) hlm. 129 menjelaskan bahwa sanksi-sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Disebut sebagai “pencegah” karena sebuah sanksi akan mencegah orang-orang untuk melakukan suatu tindakan dosa dan kriminal. Dikatakan sebagai “penebus” karena sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan sanksi di akhirat. Sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh negara kepada pelaku kejahatan merupakan metode praktis (thariqah ‘amaliyyah) untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Demikianlah, hanya Islam yang mampu memberikan perlindungan dari kekerasan, baik KDRT atau kekerasan lainnya, termasuk kekerasan remaja. Oleh karena itu, apabila kita tidak ingin masalah kekerasan terus berulang, hanya satu caranya, yakni kembali kepada Islam secara total. (*)

Tinggalkan Balasan