Tivanusantara – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan perkara nomor 439/Pid.Sus/2025/PN Jkt.Pst, pada Rabu (22/10/2025). Perkara tersebut terkait pemasangan patok di area izin usaha milik PT Wana Kencana Sejati (WKS) yang dilaporkan PT Position.
Akibat pemasangan patok tersebut, PT Position selaku pihak yang bekerja sama dengan PT WKS merasa dirugikan.
Adapun terdakwa dalam kasus ini adalah Mining Surveyor PT Wana Kencana Mineral (WKM) Marsel Bialembang dan Kepala Teknik Tambang Awwab Hafizh.
Sidang kali ini dihadiri majelis pemeriksa perkara, Jaksa Penuntut Umum, serta kedua terdakwa dan penasehat hukumnya.
Dalam sidang kali ini dihadirkan Ahli Pidana Dr. Chairul Huda dan Ahli Pertambangan dari Kementerian ESDM Dr. Ogi Diantara.
Dalam keterangannya, saksi Ahli Pidana Dr. Chairul Huda menyatakan dalam Pasal 162 Undang-undang Minerba, perbuatan menghalang-halangi/merintangi usaha pertambangan harus berupa kegiatan fisik. Kegiatan tersebut harus menyebabkan usaha pertambangan pihak yang terhalangi tersebut menjadi terhambat/terganggu. Lalu pada Pasal 50 menyebutkan perlindungan dalam kawasan hutan. Artinya pihak tidak boleh melakukan kegiatan tanpa izin di kawasan hutan.
“Jika memang itu adalah jalan yang sudah ada (eksisting), jalan angkut misalnya, tapi kemudian ada pembuatan patok yang di kawasan hutan tanpa izin untuk menduduki, memanfaatkan dan memakai secara kehutanan di tempat itu maka mengakibatkan pelanggaran Undang-undang Kehutanan,” paparnya.
Sementara saksi Ahli Pertambangan Dr. Ogi Diantara menjelaskan, dalam hal tanah tersebut adalah hutan maka harus memiliki izin khusus dalam kawasan hutan yaitu Izin Pakai Kawasan Hutan, yang dahulu namanya IPPKH.
“Kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan oleh pemegang IUP harus memiliki izin khusus dalam kawasan hutan yaitu Izin Pakai Kawasan Hutan/IPPKH. Pada dasarnya kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan di mana saja, dalam hal kegiatan tersebut dilakukan di kawasan hutan maka pemilik IUP wajib mengurus terlebih dahulu memiliki izin dalam kawasan hutan yaitu Izin Pakai Kawasan Hutan,” terangnya.
Ia menyatakan, pemilik IUP dapat membangun sendiri jalan namun apabila tidak dapat membangun sendiri maka dapat bekerjasama dengan pihak lain, yang tentu akan disesuaikan dari sisi keselamatannya.
“Tidak ada aturan ekplisit maupun implisit bagi pemegang IUP yang mewajibkan pemegang IUP untuk mengamankan wilayah IUP-nya,” tandas Ogi.
Sidang kemudian ditunda majelis hakim dan bakal dilanjutkan pada Rabu (29/10/2025) dengan agenda pembuktian saksi dan ahli dari terdakwa.

Tinggalkan Balasan