Tivanusantara – Rekanan proyek jalan ruas Kawalo-Waikoka di Kabupaten Pulau Taliabu angkat bicara terkait ganti rugi ribuan pohon tanaman warga lima desa di Kecamatan Taliabu Selatan yang belum dibayar.

Yusuf Lasinta selaku Direktur PT Miranti Jaya Permai yang mengerjakan proyek jalan Kawalo-Waikoka mengakui saat pembukaan badan jalan ruas tersebut, pihaknya telah menggusur ribuan tanaman milik warga sepanjang 22 kilometer dengan kesepakatan antara warga pemilik tanaman dan pihaknya bahwa akan dilakukan ganti rugi apabila sudah ada pencairan anggaran.

Yusuf mengungkapkan bahwa proyek ini melekat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku Utara tahun anggaran 2022 senilai Rp 30 miliar. Saat dimulai pekerjaan, baru dilakukan pembayaran 20 persen atau Rp 6 miliar untuk uang muka. Proyek tersebut dilakukan pemutusan kontrak setelah progres 63 persen.

Namun sampai saat ini, Pemrov Maluku Utara belum melakukan pembayaran terhadap sisa pekerjaan tersebut. Pihaknya sudah berusaha menyurat ke Pemprov untuk dilakukan pembayaran, namun sejak tahun 2022 hingga kini tak ada respons baik dari Pemprov.

Yusuf terpaksa melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri Soasio pada Desember 2024 lalu dengan para tergugat dalam hal ini Gubernur Maluku Utara cq Kepala Dinas PUPR selaku tergugat I, kemudian pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jalan Kawalo-Waikoka pada Dinas PUPR Malut selaku tergugat II, serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Malut selaku tergugat III.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Menyatakan para tergugat telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Menyatakan perjanjian kontrak antara penggugat dan tergugat I serta tergugat II dengan nomor: 600.620/SP/DPUPR-MU/APBD/BM/PPK.I/FSK.03/2022 tertanggal 3 Oktober tahun 2022 tentang paket pekerjaan jalan Kawalo-Waikoka dengan nilai kontrak sebesar Rp 30.127.121.000 dan semua addendumnya, di mana penggugat dalam hal ini PT Miranti Jaya Permai dalam surat perjanjian kontrak selaku pelaksana pekerjaan proyek tersebut adalah sah dan mengikat hukum.

Menyatakan perbuatan para tergugat yang telah lalai dan mempersulit penggugat atas pencairan pembayaran prosentasi pekerjaan yang telah mencapai 63 persen senilai Rp 18.993.398.251 adalah merupakan suatu tindakan yang bertentangan undang-Undang dan telah menimbulkan kerugian terhadap penggugat.

Menghukum dan memerintahkan para tergugat untuk segera membayar secara terang dan tunai kerugian yang dialami penggugat senilai Rp 18.993.398.251 (18,9 miliar) atas pencairan pembayaran prosentasi pekerjaan yang telah mencapai 63 persen dalam paket pekerjaan jalan Kawalo-Waikoka dengan menggunakan anggaran dana belanja tidak terduga dalam APBD Provinsi Maluku Utara atau menggunakan sumber pendanaan lain yang sah menurut hukum.

“Meski sudah ada putusan pengadilan yang mengikat, Pemprov Malut masih juga belum membayarnya,” kata Yusuf, Senin (29/9).

Yusuf meminta maaf kepada masyarakat yang tanamannya sudah digusur dan belum dibayar hingga saat ini, karena pihaknya juga masih menunggu pembayaran dari Pemprov Malut. Untuk itu, ia memohon dan berharap kepada Pemprov agar segera merealisasikan pembayaran sebagaimana dalam putusan pengadilan.

“Masyarakat sudah bilang saya penipu dan tukang janji, padahal kasihan saya juga masih menunggu pencairan dari Pemprov. Kalau saya ada uang, pasti saya sudah bayar. Jadi saya mohon kepada Pemprov segera bayar, supaya saya bisa lunasi ganti rugi tanaman warga. Kasihan juga saya ini,” tuturnya.

Sebelumnya, warga yang tanamannya digusur untuk pembukaan akses jalan Kawalo-Waikoka ini meluapkan kekesalan mereka dengan menyandera belasan alat berat milik rekanan pekerjaan. Warga bahkan mengecam rekanan pekerjaan untuk segera membayar tanaman mereka yang telah digusur. Jika tidak, mereka tak segan-segan membakar alat berat tersebut.

Menurut warga, tanaman itu adalah tempat bergantung hidup. Namun, karena untuk kepentingan pembukaan akses jalan, mereka merelakan tanamannya untuk digusur.

“Tanaman ini adalah harta yang menopang kehidupan kami, tapi kami rela ditebang hanya untuk kepentingan jalan, karena kami juga butuh akses penghubung. Namun ada perjanjian awal harus ada ganti rugi yang itu belum dipenuhi oleh pelaksana proyek,” kata salah satu warga setempat yang enggan menyebut namanya belum lama ini.

Warga merasa sangat dirugikan. Padahal, mereka sangat berharap dengan ganti rugi tanaman itu bisa menambah pembiayaan anak-anak mereka sekolah.

“Sampai saat ini kami terpaksa memanfaatkan pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan anak-anak sekolah kami,” tuturnya dengan nada sedih.

Mereka juga berharap kepada Gubernur Sherly Tjoanda Laos agar bisa memperhatikan hal ini.

“Kami sudah tidak berharap kepada kontraktor lagi, karena mereka hanya janji tinggal janji. Jadi kami mohon kepada Ibu Gubernur Sherly, tolong bantu kami, perjuangkan hak-hak kami yang belum dibayar,” harapnya menutup. (ask)