Tivanusantara – Pemerintah Provinsi Maluku Utara memastikan pembangunan infrastruktur strategis berupa jalan Trans Kieraha akan mulai dikerjakan pada September 2025. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, dalam wawancara bersama awak media di Bela Hotel Ternate, belum lama ini.

Proyek ini akan menjadi tulang punggung konektivitas antardaerah di Pulau Halmahera, menghubungkan Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Tengah, hingga Sofifi di wilayah administratif Kota Tidore Kepulauan.

Menurut Sherly, fokus awal pembangunan akan berada pada ruas Ekor–Subaim hingga Kobe. Ruas ini dipilih karena merupakan titik penghubung strategis yang menjadi akses utama antarkabupaten di kawasan tengah dan timur Halmahera.

“Untuk pembangunan jalan Trans Halmahera dari Ekor menuju Subaim hingga Kobe, sebagian pekerjaan akan ditangani oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara,” jelas Sherly.

Ia menambahkan, sebelumnya sekitar delapan kilometer jalan dari Ekor menuju Kobe telah dibuka oleh Pemkab Haltim. Melanjutkan pembangunan tersebut, Pemprov akan mulai bekerja pada kilometer 9 dengan panjang sekitar 10 hingga 15 kilometer, yang direncanakan tuntas pada tahap awal proyek.

Pembangunan jalan ini dirancang dengan skema kerja sama antarpemerintah daerah, di mana setiap kabupaten turut mengambil peran. Jika Pemprov menangani ruas dari Ekor ke Kobe, maka Pemkab Halteng akan membangun dari arah sebaliknya, yaitu Kobe ke Ekor, dengan target akhir kedua pengerjaan bertemu di tengah.

“Untuk Kabupaten Halmahera Tengah, saya belum tahu apakah anggarannya masuk di APBD Perubahan 2025 atau akan dimasukkan ke APBD Induk 2026. Tapi untuk provinsi, kami sudah anggarkan di APBD-P,” ujar Sherly.

Ia menjelaskan, anggaran yang telah disiapkan mencakup kegiatan awal seperti pembukaan badan jalan dan pengerasan tahap awal (sertu), menyesuaikan waktu dan kemampuan anggaran di akhir tahun.

Lebih lanjut, Sherly juga menyoroti pentingnya kelengkapan dokumen lingkungan untuk proyek ini. Ia menyebut bahwa kemungkinan besar pembangunan jalan Trans Kieraha akan membutuhkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

“Kayaknya butuh Amdal, seharusnya memang butuh. Tapi secara teknis saya belum tahu secara detail. Yang jelas, lahannya harus sudah dalam kondisi clear and clean sebelum mulai dikerjakan,” tegasnya.

Proses pembebasan dan penertiban lahan masih menjadi salah satu tantangan utama dalam pembangunan infrastruktur di Maluku Utara, mengingat banyaknya wilayah yang belum memiliki status kepemilikan lahan yang jelas.

Pekerjaan fisik jalan dijadwalkan mulai September 2025, sesuai penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun ini.

Namun demikian, karena APBD-P baru saja diketok dan masih menunggu proses unggah ke aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP), maka proses tender kemungkinan baru bisa dilakukan pada bulan Oktober.

“Anggarannya kecil saja, mungkin sekitar Rp20 miliar. Jadi kemungkinan besar pekerjaan tahap ini hanya sebatas buka jalan. Kita maksimalkan yang bisa dilakukan, karena ini sudah mendekati akhir tahun,” ujar Sherly.

Jalan Trans Kieraha adalah bagian dari proyek konektivitas jangka panjang di Pulau Halmahera yang digadang-gadang akan membuka akses ekonomi, pendidikan, dan pelayanan publik antarwilayah yang selama ini masih terisolasi.

Selain itu, keberadaan jalan ini diyakini akan mempercepat pengembangan wilayah Sofifi sebagai pusat pemerintahan provinsi.

Pemerintah provinsi berharap dengan dimulainya pembangunan di 2025, jalan Trans Kieraha dapat terus berlanjut secara bertahap hingga tuntas dalam beberapa tahun ke depan, melibatkan kolaborasi aktif dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. (tan)