Oleh: Lutfi Abdulhak
_________________
“Bahaya terbesar bagi negara adalah kritik intelektual yang independen” (Murray N. Rothbard)
Manusia adalah makhluk sosial. Aristoteles mengistilahkan makhluk sosial dalam konsep zoon politicon. Artinya manusia memiliki kodrat untuk hidup bermasyarakat dan dapat berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi antara manusia biasanya berlangsung di ruang sosial dimana manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling membantu.
Fenomena yang melanda masyarakat hari ini, hingga muncul dalam beragam wajah dan gejala. Tidak terlepas dari berbagai kemerosotan berpikir, moral, serta independensi negara. Sebab para pemangku kebijakan seakan berpikir primitif dan melangkah jauh, mengabaikan tugas dan makna mengapa negara hadir. Maka perlu kiranya corak pemikiran primitif ini segera dihancurkan dengan gagasan-gagasan alternatif yang bersumber dari kesadaran akal sehat manusia. Melalui Perjuangan Profetik.
Perjuangan Profetik ini ialah semangat perjuangan para nabi dalam membangun peradaban kehidupan yang lebih baik. Dalam pandangan “Ali Syari’ati, bahwa “Setiap nabi adalah intelektual” oleh sebab itu rekam jejak perjuangan revolusioner para nabi yang tercerahkan dalam lembar sejarah. Seharusnya menjadi arah atau spirit perjuangan di setiap zaman. Sebab arah perjuangan para nabi lebih meyakinkan atas keberlangsungan akal sehat dalam berjuang melakukan tugasnya di setiap zaman. Semisalnya dijelaskan oleh “Hariqo Wibawa Satria” bahwa latar belakang para nabi, mereka berasal dari kelompok miskin yang tertindas oleh sistem kapitalistik dan despolitik pada zamannya. Mereka tidak dilahirkan dari golongan kapitalis/penguasa. Tapi dari kalangan jelata kelas kaum tertindas (Mustad’afin).
Mereka hadir dalam keadaan problematika zaman yang begitu signifikan, akan tetapi dengan ketauhidan serta moralitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dalam konteks sosial, politik dan kebudayaan masyarakat beragama dan berbangsa. Maka peran intelektual yang mereka miliki dalam formasi sosial, untuk mengakumulasikan bentuk pastoral, kesukuan, nomadik, pra-feodal dan feodal. Dapat diaktualisasikan lewat misi yang mereka bawa ternyata memiliki persamaan yaitu, tak lain dan tak bukan ialah untuk menyuarakan kebenaran serta perjuangan melawan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap kaum miskin. Upaya menjawab kontradiksi-kontradiksi sosial demi mewujudkan peradaban yang agung untuk menegakkan keadilan, perdamaian dan persamaan secara universal.
Maka spirit/semangat perjuangan profetik inilah harus mendarah daging di setiap nadi para individu manusia yang dizalimi lewat kebijakan-kebijakan negara yang tidak berpihak kepada masyarakat. Upaya melahirkan kesadaran dan kepedulian untuk melawan. Kesadaran dan kepedulian demikian akan menjadi langka pasti untuk menguji sejauh mana konsistensi kehidupan kita yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Demikianlah fitrah manusia ialah cenderung pada kebenaran. Maka kehidupan yang sesuai dengan fitrahnya adalah panduan utuh antara aspek duniawi dan ukrawi, individu dan sosial, serta iman, ilmu dan amal. Untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Perjuangan Profetik menuju Idea Of Progres, perlu menjadi kecenderungan kongkrit para kaum intelektual dalam menjawab segala ketimpangan sosial yang terjadi. Agar arah kemajuan bangsa ini lebih jelas, antara kemerdekaan individu dan masyarakat serta keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Untuk berkehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan lebih maju. (*)
Tinggalkan Balasan