Tivanusantara – Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, mendengar langsung aspirasi mahasiswa yang menggelar unjuk rasa di sekitar gedung DPRD Kota Ternate, Senin (1/9).

Gubernur didampingi Wakil Gubernur Sarbin Sehe, Ketua DPRD provinsi, Kapolda, Kajati hingga Wali Kota Ternate. 17 tuntutan yang disuarakan mahasiswa mendapat tanggapan dan apresiasi.

Gubernur mengapresiasi keberanian dan kegigihan mahasiswa yang menyuarakan aspirasi secara terbuka, damai dan tertib. Apresiasi juga disampaikan kepada Polri dan TNI yang mengawal jalannya aksi.

Terkait soal pembebasan 11 Warga Maba-Sangaji, Halmahera Timur yang sedang menjalani proses hukum, yang merupakan salah satu tuntutan aksi, Gubernur menyampaikan akan mengawal langsung prosesnya agar dilakukan secara adil dan transparan.

“Itu sudah masuk wilayah hukum. Intinya, saya menghormati proses hukum yang berlangsung. Sudah berdialog dengan kejaksaan, untuk mempertimbangkan semua aspek untuk bisa mendapatkan keringanan. Saya ingin memastikan bahwa proses hukum bagi 11 warga Maba Sangaji dapat berjalan secara adil dan transparan,” ujar Sherly.

Gubernur juga menyampaikan bahwa mayoritas tuntutan massa aksi merupakan kewenangan pusat, termasuk izin usaha pertambangan (IUP). Meski demikian, Sherly berkomitmen akan menyampaikan amanat itu kepada pemerintah pusat.

“Masalah perizinan IUP sepenuhnya berada dalam kewenangan Kementerian ESDM, namun semua aspirasi yang disampaikan akan kami teruskan ke pemerintah pusat,” tegas Sherly.

Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Waris Agono, juga merespons tuntutan soal reformasi Polri. Menurutnya, Polri menerima dan siap menjalankan apapun yang menjadi kebijakan pemerintah soal regulasi Polri.

“Misal ada usulan (revisi UU Polri) dan kemudian direformasi dan pembuat undang-undang menyatakan itu, kami pun terima. Kami akan jalankan,” ujar Waris.

Wali Kota Ternate, M Tauhid Soleman, juga menjawab soal status tanah warga Ubo-ubo yang tumpang tindih dengan kepolisian. Bahwa pihaknya sudah menyampaikan aspirasi tersebut kepada Menteri ATR/ BPN saat Rakor Pertanahan di Ternate jauh sebelum dituntut massa aksi.

“Solusi yang ditawarkan adalah, tanah yang dikuasai secara fisik oleh warga Ubo-ubo, terutama bagi pemiliki aset itu di HPL-kan (Hak Pengelolaan Lahan). Apakah diberikan langsung kepada Polda atau Polda yang menghibahkan. Sehingga di atas HPL itulah Hak Guna Bangunan,” jelas Tauhid.

Kemampuan mendengar dengan hati oleh gubernur selaku pejabat publik yang diikuti Forkopimda juga turut peka terhadap aspirasi, meski melewati sejumlah dinamika demonstrasi, namun berakhir dengan situasi yang terkendali. (tan)