Oleh: Hartina Irfan 

Sekbid Perempuan PD KAMMI Ternate 

___________________

KATANYA negara telah merdeka, tetapi rakyatnya masih terlantarkan. Para pendidik dianggap beban negara, sementara para petinggi negeri ini disejahterakan hidupnya dengan nominal gaji Rp3 juta per hari. Rakyatnya semakin tertindas, sementara pemerintahnya semakin sejahtera dengan iuran pajak yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Rakyat semakin kehilangan haknya. Sementara pemerintah berpesta pora di atas penderitaan rakyat. Lantas di mana letak kemerdekaan itu?

Bukankah kemerdekaan itu harus dirasakan oleh seluruh rakyat yang negaranya telah dinyatakan merdeka?

Namun yang kita dapati sekarang adalah di mana kemerdekaan itu hanya milik orang-orang yang memiliki kuasa. Sedangkan rakyat yang tidak memiliki apa-apa semakin tertindas.

Hukum akan berpihak kepada mereka yang berkuasa. Dan hukum juga sangat kejam kepada mereka yang tidak punya kuasa. Kemiskinan di mana-mana, pengangguran setiap tahun semakin bertambah. Kasus korupsi semakin menjadi-jadi dengan mengatasnamakan pajak dan zakat, sungguh miris. Negara yang baru saja merayakan 80 tahun kemerdekaannya, tetapi rakyatnya sebagian besar belum merasakan dampak dari kemerdekaan tersebut. Merdeka berarti kebebasan, bebas dari berbagai macam penjajahan. Dan lucunya di negara ini, rakyat dijajah oleh pemerintahnya sendiri.

Lantas, di mana letak kemerdekaan itu?

Banyak kita temui para koruptor yang merugikan negara dengan ratusan triliun hanya divonis 6,5 tahun, bahkan tidak sampai 10 tahun. Sedangkan seorang nenek yang mengambil beberapa potong kayu untuk bertahan hidup dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.

Bukan cuma itu, baru-baru ini wakil ketua DPR, Adies Kadir, menegaskan tunjangan hingga gaji DPR tahun ini naik signifikan. Sebelumnya hanya Rp58 juta, sekarang ditambah tunjangan beras, bensin, kehormatan, serta tunjangan jabatan hingga total pendapatan DPR mencapai Rp69 juta per bulan.

Para anggota DPR mendapatkan tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan. Apa kabar dengan para guru honorer yang tidak mempunyai tempat tinggal yang memadai. Bahkan ada yang harus berusaha memperbaiki ruang sekolah yang sudah tidak terpakai untuk dijadikan tempat yang layak ditempati.

Lantas di mana letak kemerdekaan itu bagi kaum yang tidak memiliki kuasa?

Apakah kemerdekaan hanya milik mereka yang memiliki kekuasaan dan jabatan?

Lantas di mana letak pancasila sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”? (*)