Tivanusantara – Direktur Eksekutif Anatomi Pertambangan Indonesia (API), Riyanda Barmawi, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan komitmen untuk menertibkan aktivitas tambang ilegal di seluruh Indonesia.
Riyanda menilai, keberanian Presiden untuk menyelamatkan potensi kekayaan negara bernilai ratusan triliun rupiah harus diapresiasi dan menjadi momentum penting bagi reformasi sektor pertambangan nasional.
“Langkah Presiden untuk menertibkan tambang ilegal adalah keputusan berani yang patut didukung semua pihak. Negara harus hadir, karena praktik pertambangan ilegal bukan hanya merugikan secara ekonomi, tapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial,” tegas Riyanda dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/8).
Sebelumnya, Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR RI, Jumat (15/8), menegaskan bahwa pemerintah akan menyelamatkan kekayaan negara bernilai sedikitnya Rp300 triliun dari praktik tambang ilegal.
Dalam pidatonya, Presiden mengungkapkan bahwa aparat telah mendeteksi sedikitnya 1.063 titik tambang ilegal di berbagai daerah. Ia menekankan perlunya dukungan dari MPR, DPR, serta seluruh partai politik agar penertiban dapat berjalan efektif.
Menurut Riyanda, pernyataan Presiden tersebut harus ditindaklanjuti dengan langkah nyata di lapangan. Ia menegaskan bahwa penertiban tambang ilegal tidak bisa dilepaskan dari penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
“Kalau hanya berupa seruan, masalah tidak akan selesai. Harus ada tindakan konkret, mulai dari penutupan tambang ilegal, proses hukum terhadap pelaku, hingga pemulihan lingkungan yang rusak,” ujarnya.
Riyanda juga menyinggung kasus PT Wana Kencana Mineral (WKM) di Maluku Utara sebagai contoh nyata lemahnya pengawasan di sektor pertambangan. Perusahaan tersebut diduga melakukan aktivitas pertambangan nikel tanpa izin resmi. Kasus itu, menurut Riyanda, memperlihatkan bagaimana praktik ilegal bisa berlangsung dalam waktu lama tanpa penindakan tegas dari aparat.
“Kasus Wana Kencana Mineral di Maluku Utara adalah gambaran nyata bagaimana lemahnya pengawasan dan penegakan aturan. Jika kasus-kasus seperti ini dibiarkan, kerugian negara akan terus membengkak,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kasus WKM seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memperketat pengawasan. Tanpa pengawasan yang serius, praktik serupa akan terus berulang di berbagai wilayah.
Menurutnya, sektor pertambangan menyimpan potensi strategis bagi pembangunan nasional. Namun, tanpa tata kelola yang transparan, adil, dan akuntabel, sektor ini hanya akan menjadi lahan subur bagi pihak-pihak yang mengincar keuntungan sesaat.
“Dukungan penuh harus diberikan kepada Presiden agar upaya pemberantasan tambang ilegal benar-benar efektif. Jangan sampai negara terus kehilangan Rp300 triliun hanya karena praktik yang jelas-jelas melanggar aturan,” pungkas Riyanda. (tan)
Tinggalkan Balasan