Oleh: Khaizuran

____________________

DAMPAK negatif dari judi online (judol) kini semakin banyak memakan korban, bahkan sampai pada ajang merenggut nyawa. Seperti yang dilakukan oleh seorang pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Halmahera Timur tehadap temannya yang juga pegawai BPS akibat kebelet bayar utang dan judi online.

Seperti yang diungkapkan oleh Kapolsek Maba Selatan, Ipda Habiem Ramadya, menjelaskan bahwa motif utama pembunuhan adalah masalah utang dan kecanduan judi online. “Pelaku meminjam uang tetapi tidak diberikan. Sehingga pada 17 Juli, pelaku secara diam-diam masuk ke rumah dinas korban secara diam-diam”. (Kompas.com)

Kasus kriminalitas yang membawa dampak buruk bagi masyarakat akibat judi online semakin banyak terjadi. Herannya sampai saat ini tidak ada upaya serius dan efektif yang dilakukan pemerintah dalam membasmi situs haram ini.

Alih-alih memberantas, penguasa justru terkesan membiarkan keberadaan judol. Hal ini dapat dilihat dari adanya fasilitas berupa platform digital dan iklan di dunia maya. Mirisnya lagi ternyata mafia judol justru ada di instansi pemerintah, sebagaimana kasus pada November 2024, ketika polisi berhasil menangkap dua tersangka mafia judol dari kalangan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).

Penyebab Judi Online Kian Marak

Ketika kita menelusuri penyebab maraknya judi online ini bukanlah masalah oknum atau personal individu semata, sebab ini telah menjadi fenomena di masyarakat. Kompleksitas masalah ini disebabkan akibat penerapan sistem sekuler kapitalis.

Pertama, rendahnya ketakwaan individu akibat diterapkannya sistem sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan. Walhasil, cara pandang individu menilai segala sesuatu bukanlah halal haram melainkan kebebasan yang dijunjung tinggi dalam sistem ini. Selain itu, standar kebahagiaan adalah materi semata. Bukan ridho Allah Swt.

Sehingga individu cenderung menghalalkan segala cara demi meraih kesenangan materi. Bahkan memilih melakukan tindakan kriminal. Judi yang jelas haram dalam Islam pun, bisa dianggap legal yang terpenting adalah mendatangkan keuntungan materi.

Kedua, kesenjangan hidup yang diciptakan dalam sistem kapitalisme, kekayaan hanya berputar di tangan elite, sementara rakyat terjerat kemiskinan akhirnya judi online menjadi opsi demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Ditambah lagi standar gaya hidup hedonistik masyarakat ini sudah semakin parah budaya flexing sudah menjadi hal lumrah. Akhirnya, judol yang dipilih sebagai jalan pintas ingin cepat kaya tanpa perlu kerja keras.

Ketiga, pemerintah belum berhasil menekan peredaran judol ini berdasarkan data bahwa konten judol mencapai 1.385.420 di berbagai platform, sejak 28 Oktober 2024 hingga 7 Mei 2025. Sehingga banyak yang masih mudah mengakses situs-situs judol.

Keempat, penindakan hukum pembuat situs dan pemain judol apalagi mafia-mafia judol belum mampu memberikan efek jera dan terbilang minim. Sehingga mereka masih merasa bebas berkeliaran secara virtual untuk mendapatkan mangsanya. Bahkan hukum terkesan jadi tebang pilih, bisa berubah bahkan untuk kasus perjudian ini sulit diberantas, karena pelakunya tidak sedikit dari oknum aparat.

Islam Solusi Tuntas Memberantas Judi

Islam sendiri memiliki sistem atau aturan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Bahkan aturan Islam ini sebagai solusi masalah yang dihadapi manusia termasuk persoalan judi. Judi di dalam Islam apapun bentuknya adalah haram, seperti dalam firman Allah Swt:

“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah:90)

Selain itu, Islam memiliki mekanisme untuk menutup celah terjadinya judi. Pertama, ketakwaan individu, individu yang bertakwa tentunya mematuhi perintah dan menjauhi larangan Allah. Seperti yang Allah sampaikan dalam firman-Nya. Ketakwaan menjadi pengontrol bagi pribadi seseorang dari kemaksiatan baik ini mencakup masyarakat sipil ataupun pejabat negara, mereka tidak akan berani bahkan takut melakukan kemaksiatan.

Ketakwaan individu ini didukung oleh sistem pendidikan dalam Islam yang berasas pada akidah Islam sehingga mampu membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Sehingga tidak tercipta masyarakat termasuk pejabat yang tidak taat.

Kedua, kontrol masyarakat, kontrol masyarakat ini sebagai bentuk menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah yakni dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar terhadap sesama. Perintah ini menjadi common sense, sebab masyarakat Islam memiliki mafahim (pemahaman), maqayis (standar) dan qanaah (penerimaan) yang dipengaruhi oleh syariat Islam, dengan begitu perjudian tidak akan marak apalagi dipelihara seperti yang dilakukan para pejabat ini.

Ketiga, penerapan sistem hukum yang tegas dan memberi efek jera. Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsir Al-jam’i Akhkamil Qur’an hukuman yang ditetapkan bagi pelaku yang melakukan judi sama dengan sanksi khamar. Sebab aktivitas meminum khamar dan judi memiliki keserupaan, sanksi yang diberikan adalah 40 kali cambuk bahkan dalam pendapat yang lain dikatakan 90 cambuk.

Penerapan sistem sanksi Islam (uqubat) dapat dipastikan judi baik judi online dan sejenisnya tidak akan sulit diberantas apalagi dipelihara oleh pejabat negara. Sanksi inilah yang memberikan efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penembus dosa pelaku) sekaligus.

Tiga mekanisme inilah yang mampu memberantas judi, bahkan penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah akan menjadi problem solver bagi setiap persoalan yang dihadapi manusia tidak hanya judi semata. Wallhua’alam. (*)