Tivanusantara – Pemerintah Kota Ternate melalui Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (Diskop dan UKM) pada tahun 2024 telah merealisasikan belanja bahan pakai habis senilai Rp 1.500.000.000. Kegiatan ini direalisasikan melalui bantuan langsung tunai bahan bakar minyak (BLT BBM) kepada ojek offline/pangkalan.

Penyaluran bantuan BLT BBM ini tidak sesuai ketentuan dan berpotensi terjadi penyelewengan anggaran. Hal ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Nomor: 13.A/LHP/XIX.TER/05/2025.

Menurut keterangan dari PPK, bantuan ini diberikan untuk mengantisipasi lonjakan inflasi dengan cara memberikan bantuan langsung tunai bahan bakar minyak kepada ojek offline atau pangkalan ojek. Diskop dan UKM bekerja sama dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Bahari Berkesan Kota Ternate untuk menyalurkan dana BLT BBM yang dilakukan secara kolektif. Penerima bantuan BLT BBM ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Nomor 519/40/SK/KUKMKT/III/2024 tanggal 3 Maret 2024 tentang Penetapan Nama Penerima Bantuan Uang Tunai Untuk Ojek Offline/Ojek Pangkalan tahun 2024 dengan total penerima sebanyak 3.750 penerima.

Nilai bantuan yang diterima sebesar Rp 400.000 per orang dengan ketentuan satu orang penerima mendapatkan satu kali dana BLT BBM berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pengusulan calon penerima BLT BBM berdasarkan survei lokasi pangkalan ojek yang dilakukan oleh Staf Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro pada Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dengan mendata calon penerima yang merupakan ojek offline, namun data calon penerima tersebut tidak didukung dengan bukti tambahan yang menyatakan bahwa calon penerima tersebut merupakan pengemudi ojek.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut melalui pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban, data query atas pemindahbukuan dari BPRS dan rekening koran Bendahara Pengeluaran, menunjukkan masih terdapat beberapa permasalahan terkait perencanaan dan penyaluran BLT BBM, yakni kegiatan BLT BBM dianggarkan pada belanja bahan pakai habis sesuai Permendagri Nomor 15 Tahun 2023 yang penganggarannya harus disesuaikan dengan kebutuhan nyata dan didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD. Belanja bahan pakai habis akan menghasilkan barang persediaan yang akan digunakan untuk operasional SKPD, namun demikian atas anggaran belanja bahan pakai habis senilai Rp 1.500.000.000 direalisasikan berupa pemberian uang tunai kepada ojek dan bukan berbentuk bahan pakai habis.

Hasil pemeriksaan atas data query pemindahbukuan dari BPRS terdapat 149 orang nama penerima dengan satu nomor NIK yang sama, terdapat penyaluran ganda BLT BBM senilai Rp 59.450.000.

Penunjukan Bank BPRS Kota Ternate sebagai penyalur BLT BBM tidak didukung MoU. Hasil konfirmasi dengan Kepala Diskop dan UKM, diketahui bahwa penunjukan BPRS sebagai penyalur BLT dengan pertimbangan untuk melibatkan Bank milik pemerintah daerah, namun penunjukan tersebut tidak didukung dengan perikatan yang mengatur hak dan kewajiban secara tertulis. Tidak adanya perjanjian dengan BPRS yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak ini menyebabkan Diskop dan UKM tidak menerima laporan dari BPRS terkait jumlah penyaluran secara berkala.

Selain itu, terdapat sisa BLT BBM belum dikembalikan ke Kas Daerah per 31 Desember 2024. Hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban, diketahui bahwa mekanisme pembayaran bantuan dilaksanakan melalui mekanisme pembayaran langsung (LS) dengan SP2D Nomor: 03139/SP2D/2.11.01.01/2024 dari Bendahara Umum Daerah (BUD) kepada Bendahara Pengeluaran Diskop dan UKM, kemudian petugas BPRS diberikan kuasa untuk memindahbukukan dana BLT BBM dari rekening Bendahara Pengeluaran ke rekening penerima. Penerima bantuan datang ke BPRS dengan membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk dibuatkan rekening BPRS atas masing-masing penerima bantuan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas rekening koran Bendahara Pengeluaran, diketahui bahwa per 31 Desember 2024 masih terdapat sisa dana BLT yang tidak tersalurkan sebesar Rp 198.550.000. Hasil wawancara dengan Bendahara Pengeluaran, Kasubbag Keuangan, dan Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro, diketahui bahwa sisa dana BLT tersebut dikarenakan kurangnya pemberitahuan kepada penerima serta tidak terdapat monitoring dari SKPD untuk kegiatan penyaluran tersebut.

Hasil pemeriksaan atas sisa dana BLT sebesar Rp 198.550.000 tersebut dapat diuraikan bahwa sisa dana BLT sebesar Rp 151.551.352 telah dipindahbukukan dari rekening Bendahara Pengeluaran ke rekening pribadi staf Bidang

Pemberdayaan Usaha Mikro. Wawancara dengan Bendahara Pengeluaran diketahui bahwa pemindahbukuan sisa dana BLT tersebut

dilakukan atas persetujuan Kepala Dinas untuk menihilkan saldo Kas di Bendahara Pengeluaran di akhir tahun.

Sementara untuk sisa dana BLT sebesar Rp 46.998.648 sudah tidak ada di rekening bendahara. Menurut Bendahara Pengeluaran, sisa dana tersebut tercampur dengan uang operasional di rekening, sehingga terpakai untuk

keperluan operasional SKPD. Namun demikian, BPK tidak dapat meyakini, karena untuk kegiatan operasional SKPD telah tersedia anggarannya di APBD. (ask)