Oleh: Amrul Doturu
Jurnalis
___________________
SUATU hari saya mendatangi rumahnya, malam itu ia keluar menemui saya menggunakan kaos geles putih dan celana pendek. Saya disuruh duduk di teras rumah sambil melemparkan senyum khasnya. Ia mengetahui maksud kedatangan saya yang tak lain adalah untuk mewawancarai perihal dirinya. Karena sejak sore jagat media sudah ramai pemberitaan mengenai pemberhentian dari jabatannya sebagai Pelaksana Tugas Kepala Inspektorat Halmahera Selatan.
Saya mungkin paling terakhir menulis pemberitaan pemberhentiannya dari teman-teman wartawan lain. Malam itu kami berdua duduk di teras rumah tanpa panjang lebar saya mengajukan beberapa pertanyaan sebagai wartawan. Kira-kira begini pertanyaan saya, “Abang, alasan apa pak bupati (alm. Usman Sidik) menonjob abang dari jabatan Plt Kepala Inspektorat”? Abang sendiri baru saja menjabat satu bulan empat hari. Menjawab itu, dengan tenang dia mengatakan, “Jabatan itu hak prerogatif bupati adik, siapa saja yang dia mau angkat atau berhentikan, maka bupati akan lakukan itu”.
Selain itu jabatan merupakan amanah dari Allah, jika Dia menghendaki maka tidak ada seorang pun menghalanginya. Mendengar jawaban itu saya hanya menatapnya. Tak lama kemudian dia melontarkan ungkapan paling klasik, “Saya Ingin Dikenal Penduduk Langit, Bukan Penduduk Bumi”, untuk menutup sesi wawancara saya bersamanya. Ungkapan itu kemudian menjadi judul berita saya yang tayang di media Penamalut.com pada 7 September 2021, tepat sehari setelah dirinya diberhentikan. Penamalut.com adalah salah satu media dari Nuansa Media Grup (NMG).
Pasca ditayangkan berita tersebut, banyak mengundang reaksi pembaca. Ada yang tertawa karena judulnya dianggap lucu. Semua konsentrasi mereka tertuju kepada sosoknya. Menjadi pembahasan di warung kopi maupun grup-grup WhatsApp. Namun bagi Soadri Ingratubun, ungkapan itu merupakan pesan tentang keberadaan manusia. Ada batasan kekuasaan manusia sehingga tidak perlu menyombongkan diri, apalagi di hadapan Allah.
Kalimat “Saya Ingin Dikenal Penduduk Langit, Bukan Penduduk Bumi” menegaskan bahwa dia bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN), yang dipercayakan menjadi pelayan masyarakat melalui birokrasi yang dipimpinnya semata-mata mencari keridhaan Allah. Menjadikan dia untuk meraih amal dengan jalan pengabdian. Di saat pejabat publik tengah berusaha membangun kiprah dan citra mereka, Soadri sendiri justru hening dari itu semua. Ketika diberhentikan dari jabatannya sebagai Plt Kepala Inspektorat, dia lantas pergi bersama jamaah tablig keluar ke masjid-masjid berminggu-minggu. Lagi-lagi dia hanya ingin dikenal penduduk langit, bukan penduduk bumi.
Hari ini tepat 1 Agustus 2025, ia mengakhiri karirnya. Melepas seragam sebagai seorang ASN. Jabatan birokrasi dengan kepangkatan telah menemukan kesudahan dari jalan pengabdian. Bahasa negara adalah purna-tugas. Sejak membangun karir birokrat mulai dari camat hingga menutup dengan asisten III. Tentu berbagai prestasi dan capaian untuk daerah dan masyarakat telah ia sumbangkan.
Pria kelahiran Ohoiwait, Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku, pada 22 Juli 1967, telah mengenyam berbagai jabatan birokrasi. Dari rezim ke rezim pemerintah Halmahera Selatan. Sejak tahun 2002, Soadri dipercayakan menjadi Camat Bacan Barat, Kabupaten Maluku Utara. Di tahun 2004 atau dua tahun kemudian, ia dipindahkan menjadi Camat Kayoa, Kabupaten Halmahera Selatan. Tidak hanya itu, tahun 2006 Soadri Ingratubun diangkat menjadi Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dalam pemerintahan Muhammad Kasuba dan Rusli Wali sebagai bupati dan wakil bupati Halmahera Selatan.
Masih banyak lagi jabatan yang pernah dia duduki yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Dan kini, dia telah pensiun. Tidak lagi berada di ruangannya sebagaimana biasanya. Setiap apel, setiap kegiatan Pemda, di mana pun itu, ia tak lagi terlihat. Dia tidak ada lagi di antara jejeran pejabat. Sekali lagi dia sudah pensiun, purna-tugas. Dia hanya ingin dikenal penduduk langit, bukan penduduk bumi.
Sosok yang disapa ‘Komjen’ di kalangan jurnalis Halmahera Selatan, aktivis, praktisi, bahkan orang-orang perkantoran, adalah sosok yang humanis dan pluralis semua golongan. Berada di kekuasaan pemerintahan, Soadri tidak pernah membatasi ruang dan status sosial maupun profesi. Saya menyaksikan itu dalam dirinya. Bukan hanya sebagai wartawan, tetapi saat masih menjadi demonstran. Dia tidak anti kritik, atau juga melarang pikiran anak muda tumbuh melalui jalan pergerakan demonstrasi.
Dia menyudahi itu semua dalam karir birokratnya. Tugasnya menjadi pelayan masyarakat berakhir setelah 37 tahun 4 bulan, dan kembali menjadi masyarakat biasa. Dia mungkin purna dari birokrasi secara aturan perundang-undangan. Tapi pikiran dan idenya akan terus tumbuh dan hidup mewarnai percakapan publik. Tidak berlebihan saya menyebutkan itu dalam penggalan tulisan ini. Hanya memungut cerita dan jejaknya setiap yang dekat dengan dia.
Lazimnya ucapan terima kasih atas dedikasi dan pengabdian terhadap daerah dan masyarakat Halmahera Selatan. Tidak ada gelar atau penghargaan besar yang disematkan kepadanya, melainkan doa dan harapan agar ia terus hidup bersama hari-harinya ke depan. Hingga ia lebih dikenal penduduk langit ketimbang penduduk bumi. Terima kasih untuk 37 tahun 4 bulan. Pengabdian dan karya bhaktinya, semoga menjadi amal ibadah sepanjang hidup, Komjen Soadri Ingratubun. (*)
Tinggalkan Balasan