Tivanusantara – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Maluku Utara, Zulkifli Bian, diam-diam melakukan pertemuan khusus dengan beberapa petinggi partai politik.

Informasi yang dihimpun Nuansa Media Grup (NMG), pertemuan ini diatur atau diagendakan langsung Zulkifli Bian. Lokasi pertemuan bertempat di salah satu kantor partai politik di Kota Ternate dan sejumlah kafe.

Selain Zulkifli, juga Plt Kepala Dinas PUPR Risman Iriyanto Jafar. Petinggi partai politik yang ditemui ini berasal dari partai pengusung Sherly-Sarbin. Kurang lebih ada tiga partai politik koalisi yang mereka temui.

Selain elit partai politik, kedua pejabat ini juga bertemu beberapa anggota di DPRD Provinsi Maluku Utara.

Pertemuan ini disinyalir untuk mempertahankan posisi kedua jabatan eselon II tersebut. Ini karena kedua pejabat ini sedang diterpa isu miring. Di mana pengangkatan Zulkifli dinilai menyalahi aturan, sementara Risman tersandera dengan dugaan perselingkuhan.

Selain itu, kepentingan lainnya menyangkut dengan pengamanan proyek infrastruktur senilai Rp 300 miliar di Dinas PUPR tahun anggaran 2025.

Zulkifli Bian ketika dikonfirmasi membantah tuduhan yang dialamatkan dirinya dan Risman.

“Sumbernya dari mana? Ketua partai ya,” katanya singkat saat diwawancarai, Kamis (31/7).

Manuver yang dilakukan Zulkifli ini dinilai tidak etis dan melanggar norma birokrasi. Praktisi hukum, Agus Tampilang, menilai apa yang dilakukan Zulkifli sangat tidak pantas.

“Sangat tidak pantas. Kenapa saya katakan demikian, karena posisi anggota dewan atau partai politik bukan pengambil kebijakan, ini wilayah eksekutif,” ujarnya.

“Kalau mereka datang di partai politik ingin meminta jabatan ini keliru. Ini bagian dari nepotisme. Sehingga kalau itu sampai terjadi, maka kepala dinas tersebut harus dievaluasi,” sambungnya.

Agus mengingatkan kepada Gubernur Sherly Laos agar tidak mudah menerima titipan elit partai politik maupun orang tertentu. Dengan sistem meritokrasi yang digaungkan, Agus meyakini Gubernur Sherly bijak dalam memilih dan memilah siapa pejabat yang dianggap layak untuk membantunya menjalankan pemerintahan Maluku Utara.

“Gubernur itu dipilih masyarakat Maluku Utara. Jika penempatan pejabat berdasarkan usulan partai, ini pelanggaran norma birokrasi, karena mereka dapat jabatan melalui dukungan orang-orang tertentu. Partai politik tidak bisa mengotak-atik pemerintahan di sana, karena soal pemerintahan ada aturannya,” tandasnya. (nox/ask)