Oleh: Muhammad Wahyudin
Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Unkhair Ternate
_________
HALMAHERA Timur merupakan salah satu wilayah kabupaten yang berada di Provinsi Maluku Utara, dengan pusat pemerintahan berada di Kecamatan Maba dengan jumlah penduduk 99,224 jiwa dengan kepadatan penduduk 14 jiwa/km2 . Sebutan Halmahera Timur awal pertama diusulkan oleh para aktor terdahulu yang membelah jazirah Halmahera menjadi beberapa bagian. Yakni, Semenanjung Halmahera bagian timur, utara dan selatan. Kata lain dari Semenanjung antara lain adalah Pulau. Semenanjung Halmahera mulai populer saat beberapa orang alim ulama membagi bagian pulau ini, untuk kepentingan dakwah atau syiar Islam kisaran pada abad ke-10 sampai abad ke-11. Maka digunakan kata Jazirah secara harfiah berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti pulau, untuk membagi secara geografis pulau Halmahera. Maka lahirlah Jazirah Halmahera bagian Timur.
Pada abad ke-14 sampai ke-15 menjadi tahap akan lahirnya bangsa kulit putih (Eropa) di wilayah Maluku Utara. Portugis dan Spanyol datang dengan misi tersembunyi, bertujuan merebut rempah-rempah orang Pribumi. Zaman itu, orang pribumi dipimpin oleh para Sultan setelah zaman Momole dan Kolano sebagai Raja. Mereka lalu menghasut satu demi satu tokoh kesultanan di tanah Maluku Utara.
Terutama Ternate dan Tidore sebagai kerajaan paling besar setelah tahap Jailolo yang runtuh di pertengahan abad ke-16, tahun 1551. Merasa adil oleh kedua Kesultanan, Tidore dan Ternate bersepakat membagi daerah kekuasaan. Sultan Mole Majimo dari Tidore dan Sultan Said Barakat Syah dari Ternate melakukan ekspansi kekuasaan di wilayah Halmahera. Sekitar tahun 1604-06 Dodinga jadi saksi tempat keduanya berbagi rezeki. Semenanjung timur terlihat nun jauh di sana membentang teluk di Jajirah Timur. Kata paduka Ternate, “kau ambillah bagian timur, aku di utara dan barat”. Di Timur Halmahera ada tiga wilayah kekuasaan, Maba, Patani dan Weda (Fagogoru).
Sejak pemekaran Kabupaten 25 Febuari 2003 mengalami ledakan revolusi besar-besaran. Halmahera Timur memiliki kekayaan alam yang melimpah, budaya dan keberagaman menjadi simbol kemakmuran masyarakat. Seiring perubahan masyarakat yang semakin maju, Halmahera Timur juga mengalami perubahan dalam pemanfaatan teknologi dan media, dalam upaya meningkatkan kualitas masyarakat dengan kerja sama.
Namun, seiring langkah perkembangan teknologi dan media, tidak sedikit masyarakat Halmahera Timur telah terkontaminasi tatanan sosial budaya yang semakin modern oleh arus globalisasi. Karena inilah yang menjadi tantangan besar dalam menciptakan masyarakat yang terbina dan komitmen dalam menjujung tinggi nilai-nilai budaya di era yang berkembang saat ini. Menurut Ali Khamenai, saat ini kita telah mengalami apa yang dinamakan perang budaya, dimana new kolonialisme-orientalisme berupaya menggeserkan budaya masyarakat lokal melalui budaya asing. Kolonialisme-imprealisme berusaha semaksimal mungkin untuk menguasai masyarakat melalui penyebaran virus budaya secara halus, dan secara tidak sadar masyarakat perlahan-lahan mulai patuh dan tunduk dalam penerapan budaya asing.
Dalam kajian postkolonial, kritikus Edward W. Said dalam kacamata proses orientalisme ini berjalan melalui budaya dengan gaya penerapan ideologi yang disebut Antonio Gramsci hegemoni. Hegemoni, kekuasan politisi bertujuan untuk pembentukan kolonialisme dan imperialisme, kekuasaan kultural, kekuasaan moral. Upaya ini dilakukan untuk menundukkan masyarakat Halmahera Timur non-asing, dalam merampas ideologi masyarakat dan mengganti kebudayaannya yang telah diwariskan secara turun temurun. Kolonialisme-orientalisme ini, menghendaki agar masyarakat Halmahera Timur meninggalkan keyakinannya, adat, dan budaya mereka agar identitas kultural lama diganti dengan yang baru melalui legitimasi dari budaya asing.
Individu yang disebut terpelajar mengalami diskonektif antara dirinya dan masyarakat, mereka tidak mampu memahami secara menyeluruh dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan sebaliknya. Akibatnya, terjadi ketidaknetralan. Dibutuhkan suatu kesadaran masyarakat dalam membangun kembali masyarakat. Menurut Ali Syariati manusia tercerahkan. Salah satu kelemahan manusia dalam menggunakan akalnya sebagai bentuk keunggulan dari jebakan masa lalu. Maka pencerahan membuka tabir untuk keluar dari ketidakmatangan berfikir menuju pematangan berfikir dengan akal sebagai keunggulan.
Dampak dari industri, teknologi, dan media ini, sebagai pemikiran yang teknis dan instrumentalis yang sering digunakan untuk menafsirkan alam dan manusia. Dengan kematangan akal dan perkembangan sains universal sebagai kriteria kebenaran untuk menafsirkan. Maka ilmu pengetahuan bersifat netral tanpa nilai guna objektif, moral, keberpihakan dan sebagainya.
Hasil perkembangan industri dan teknologi yang terstruktur sebagai modal hegemoni yang dilakukan oleh asing untuk menundukkan budaya masyarakat Halmahera Timur yang non-asing. Cara inilah yang kita telah uraikan melalui wacana intelektual dan ilmiah (akademisi). Asing selalu mengkokohkan dirinya sebagai superioritas unggul dalam ilmu pengetahuan apapun itu baik sains, teknologi, industri, humaniora. Sebab bagi asing, merekalah yang mampu menafsirkan dunia termaksud manusia di dalamnya.
Keyakinan, adat, dan budaya dalam kebangkitan masyarakat Halmahera Timur, juga memiliki syarat yang harus dipenuhi. Bukan sekadar melakukan teriakan dan mengumpulkan massa yang banyak. Karena tujuan keyakinan, adat, dan budaya lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas dalam memperbaiki masyarakat, kita tidak lagi memikirkan syarat yang harus dipenuhi baik dari sisi spiritualitas, emosional, dan epistemologi, dalam pemanfaatan untuk memperbaiki masyarakat. Seakan-akan jika massa yang telah berkumpul di sebut masyarakat yang dikategorikan sebagai kesatuan.
Padahal masyarakat dengan kompleksitasnya begitu beragam baik pendidikan, ekonomi, ekologi, kultural, budaya, gender dan lainnya. Maka ini sangat penting untuk merumuskan kebangkitan masyarakat dengan melihat syarat-syaratnya. Itulah mengapa keyakinan, adat dan budaya sangat mementingkan perbaikan diri sebelum melakukan perbaikan sosial secara kolektif.
Dengan syarat kebangkitan masyarakat Halmahera Timur dengan menjunjung tinggi nilai-nilai falsafah sebagai dasar untuk bergerak, untuk menentukan prinsip-prinsip yang menjadi semangat dan keyakinan. Oleh karena itu, Baqir Shadr menjelaskan tiga prinsip tersebut adanya ajaran yang benar, keimanan mereka terhadapnya, pemahaman masyarakat terhadapnya. Ketiga prinsip ini, harus dimiliki oleh setiap masyarakat Halmahera Timur sebagai syarat kebangkitannya. Agar mampu mereformasi masyarakatnya, guna menentukan kesatuan hakiki dalam gerakan sosialnya dan revolusi sosial secara menyeluruh.
Namun demikian, ajaran yang telah tersedia yakni religius, adat, dan budaya yang telah membuktikan revolusinya yang hakiki dalam catatan sejarahnya, dan masyarakat mengakui ajaran tersebut. Namun di sisi lain adalah yang menjadi ketidakstabilan dalam melakukan reformasi sosial. Yaitu, masyarakat Halmahera Timur kehilangan arah atau lemah dalam pengetahuan terhadap ajaran tersebut.
Agar masyarakat membumikan keyakinan, adat, serta budaya agar tidak mengemis dan bergantung kepada kekuasaan yang zalim dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama ini, masyarakat Halmahera Timur membiarkan dirinya sebagai masyarakat yang bergantung, maka selama itulah kemajuan Halmahera Timur tidak akan pernah ada. Betapa banyak kita lihat orang-orang yang jumud, fanatik, dan taklid buta sehingga mereka tidak memanfaatkan anugerah Tuhan. Banyak bukti yang memerintahkan manusia untuk merenung dan berpikir dalam mempelajari fenomena-fenomena alam, menganalisanya, serta menyingkap hukum-hukum yang menjadi ketentuan alam.
Manusia yang memahami adalah mereka mampu menyadari kondisi lingkungan dan kebudayaannya, menyadari masalah dan kondisi sosial yang sedang menjerat masyarakat, rasa sadar akan tanggung jawab akan hidup dari dirinya untuk mengubah itu. Manusia yang memahami mereka akan sadar keadaan kemanusiaan di masanya, serta tatanan kesejarahan dan kemasyarakatannya. Kesadaran semacam ini, dengan sendirinya akan memberinya rasa tanggung jawab sosial . Manusia yang memahami akan mendapatkan inspiratif dari gerakan semangat profetik kenabian yang telah membuktikan gerakan dan revolusi sosial, artinya bentuk kesadaran dan semangat telah memberikan ia suatu tanggung jawabnya untuk melakukan perbaikan masyarakat Halmahera Timur.
Oleh karena itu, manusia yang memahami lahir dan tumbuh di dalam masyarakat yang ingin diubahnya. Artinya, yang paling memahami pada umanya, ialah manusia yang lahir dan tumbuh di bawah payung masyarakat. Sehingga lebih memahami kebutuhan dan masalah yang terjadi. Mampu untuk membuat revolusi sosial dan memang kita saat ini membutuhkan manusia yang memahami itu. Bukan yang ada di dinding universitas atau elite terpelajar yang mengambil jarak dengan masyarakat, sehingga tidak ada saling komunikasi secara interaktif, dan bahkan mereka tidak dibutuhkan dalam kesadaran masyarakat.
Berbeda dengan manusia yang memahami, akan mereformasi pemikiran dan kebudayaan masyarakat Halmahera Timur. Sebab tangisan, kelahiran adalah perjanjian di pintu rahim yang tumbuh bersama pemikir yang memahami dalam memainkan peran penting sebagaimana nabi bagi masyarakat. Dia harus menyerukan kesadaran, kebebasan, dan keselamatan bagi telinga rakyat yang tuli dan tersumbat, menggelorakan suatu keyakinan baru di dalam hati mereka, dan menunjukan kiprah masyarakat Halmahera Timur yang mandek. (*)
Tinggalkan Balasan