Tivanusantara – Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, menyampaikan lima pilar strategi keberlanjutan pembangunan pasca nikel dalam forum Internasional “Indonesia Critical Minerals Conference 2025” di Jakarta, Selasa (3/6). Sebagaimana diketahui, industri pertambangan memerlukan pengelolaan berkelanjutan. Karena satu waktu, sumber daya alam tak terbarukan akan menemui akhirnya, tidak terkecuali nikel di Maluku Utara.
“Kita sadar, nikel bukan sumber daya abadi,” ucap Sherly di hadapan delegasi internasional, investor global, dan pemimpin industri.
Dalam paparannya, terdapat lima strategi yang harus menjadi konsern Pemprov Maluku Utara dan pemerintah pusat dalam mengawali geliat industri tambang. Pertama, diversifikasi ekonomi. Di mana, pemerintah perlu mempersiapkan sumber ekonomi non tambang, seperti pariwisata, mengembangkan destinasi ekowisata kelas dunia, perikanan berkelanjutan dalam bentuk hilirisasi perikanan serta pertanian tropis, lewat pengembangan industri kelapa, rempah-rempah, dan agroforestry.
Kedua, penguatan SDM dan vokasional. Sekolah kejuruan dan politeknik industri berdasarkan kebutuhan di masa depan tidak hanya smelter, tetapi juga energi dan teknologi baru, beasiswa dan kemitraan global, sehingga generasi muda Maluku Utara dapat menjadi insinyur, manajer, pengusaha, bukan sebatas pekerja kasar.
Ketiga, industri hijau dan inovasi. Mengedepankan energi bersih di kawasan industri, menggunakan pembangkit listrik bersih (PLTS/ PLTA), mengembangkan prekursor dan katoda untuk meningkatkan pasokan baterai kendaraan listrik rantai pasokan, serta pemberian insentif penelitian yang berbasis teknologi industri.
Keempat, tata kelola lingkungan. Pemerintah perlu membangun kesadaran kolektif dengan seluruh komponen bangsa bahwa nilai yang diberikan alam harus dikembalikan lewat kelestariannya. Kelima, keadilan sosial dan dana bagi hasil (DBH). Maluku Utara yang menyumbang 40 persen ekspor tambang nikel nasional butuh perlakuan setimpal dengan apa yang dikontribusikan.
“Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengupayakan revisi formula DBH untuk keadilan sosial, mendorong tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk warga lokal. Serta mendorong keterlibatan tenaga kerja lokal di semua tingkatan, tidak hanya pekerja kasar. Hari ini kita menambang logam, tapi esok kita harus bisa menambang ilmu, kreativitas, dan inovasi,” tandas Sherly. (tan)
Tinggalkan Balasan