Tivanusantara – PT Wana Kencana Mineral (WKM), salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, akhir-akhir ini sempat disorot publik. Salah satu penyebab WKM disorot lantaran diketahui menjual 90 ribu metrik ton ore nikel tanpa melalui prosedur yang berlaku. Dugaan tersebut sementara ini diproses hukum Polda Maluku Utara. Hanya saja penyelidikannya tidak progres.

Setelah dijualnya 90 ribu metrik ton bijih nikel terungkap, Pemprov Maluku Utara perlahan-lahan mengungkap satu per satu kesalahan WKM. Pelanggaran berikut yang terungkap adalah perusahaan tambang tersebut tidak miliki sistem informasi industri nasional (SIINas). Selain itu, kabarnya Jetty WKM juga diduga dibangun tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku. Ini disampaikan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Maluku Utara, Yudhitya Wahab.  “Jadi seluruh industri pengolahan di Maluku Utara mereka wajib ada atau mendaftar diri di satu sistem yang namanya SIINas. Tapi kita sudah kroscek di situ, dan WKM tidak ada dalam sistem itu,” tuturnya, Kamis (15/5).

Menurutnya, jika WKM tidak terdaftar di SIINas, dugaan sementara perusahaan tersebut belum mengantongi izin usaha industri, izin pengelolaannya atau smelternya. “Jadi dugaaan kami dia hanya pemegang izin usaha pertambangan. Jadi dia eksploitasi kemudian dijual ore-nya ke perusahaan yang punya usaha industri smelter untuk diolah,” terangnya.

Selain tidak terdaftar di SIINas, WKM bahkan tidak memiliki surat keterangan asal (SKA). Ini artinya perusahaan tersebut baru melakukan tindakan eksploitasi bijih nikelnya untuk dijual. “Di SKA pun tidak ada, perusahaan juga tidak terdaftar di SIINas. Karena ini kasusnya dia jual ore, berarti belum diolah. Tentunya belum masuk di industri pengolahan, baru sampai pada eksploitasi ore-nya atau bahan bakunya lalu dijual ke mana, itu yang kami juga tidak tahu,” tukasnya.

“Kalau pun dijual, maka izinnya untuk menjual langsung, dan itu izinnya di Kementerian ESDM. Tidak ada kaitan sama sekali dengan Disperindag, terkecuali mereka melakukan ekspor terus mengantongi Surat Keterangan Asal (SKA) dari kami atau bisa disebut Certificate of Origin (COO). Jika tidak, maka Beacukai tidak akan mungkin kasih keluar,” pungkasnya.

Sebelumnya, Yudhitya disebut ikut terlibat dalam masalah ini oleh sejumlah massa aksi yang melakukan demonstrasi pada Rabu (14/5) kemarin. Massa aksi menyebut penjualan bijih nikel oleh PT Wana Kencana Mineral yang menyebabkan kerugian daerah mencapai 30 miliar diduga kuat adanya keterlibatan dari Kadis ESDM Suryanto Andili dan Kadis Perindag Malut Yudhitya Wahab.

Menanggapi hal itu, Yudhitya menjelaskan bahwa bericara terkait ore nikel, maka dinas yang dianggap paling bersentuhan adalah Dinas ESDM. Sehingga itu, ia menyarankan sebelum menyuarakan ke publik, perlunya adanya data dan informasi yang lengkap

Sebagaimana diketahui, PT Wana Kencana Mineral (WKM) baru-baru ini diketahui menjual 90 ribu metrik ton ore nikel. Ore itu adalah milik PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) yang telah siap untuk diproduksi. Namun, dalam proses aktivitasnya, Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari PT KPT yang dikeluarkan oleh Pemda Haltim dicabut oleh Pemprov Malut, kemudian diserahkan kepada PT WKM. Konflik antar kedua perusahaan ini berujung pada putusan Mahkamah Agung (MA). Di mana PT WKM dinyatakan secara hukum sah untuk mendapatkan IUP tersebut. Permasalahan ini menyebabkan kerugian daerah senilai Rp 30 miliar. Bahkan kasus ini sementara sudah ditangani oleh Polda Maluku Utara. (xel)