Tivanusantara – Masyarakat Maluku Utara, khususnya yang berada di lingkar tambang, terbilang di ujung tanduk. Sekarang dan ke depan, suara masyarakat, termasuk aktivis, bukan tidak mungkin tidak lagi didengar oleh pihak perusahaan tambang. Jika ada masyarakat yang mencoba melakukan gerakan protes atau dalam bentuk lainnya, karena perusahaan tambang merusak lingkungan dan menggusur lahan milik warga, maka perusahaan tambang dengan mudah menghentikan gerakan masyarakat itu dengan cara menurunkan aparat.
Lihat saja yang terjadi di Halmahera Timur. Beberapa hari lalu warga yang melakukan aksi protes, dipukul mundur oleh aparat. Tidak sedikit dari warga menjadi korban, karena terkena selongsong gas air mata. Padahal, warga hanya menuntut haknya, karena PT Sambiki Tambang Sentosa (STS) masuk ke lahan milik warga tanpa ganti rugi. Sadisnya, ketika konflik STS dengan warga itu hendak dimediasi Pemkab Halmahera Timur, pihak perusahaan malah melontarkan pernyataan berkonotasi menganggap remeh bupati dan wakil bupati.
Hal itu diungkapkan Ketua DPRD Halmahera Timur, Idrus Maneke, ketika Wakil Gubernur Sarbin Sehe memediasi konflik STS dengan warga. “Memangnya bupati dan wakil bupati siapa,” begitu kata Idrus Maneke menirukan ucapan pihak perusahaan. Saat pertemuan di kantor Gubernur pada Rabu (30/4), Idrus tampak berapi-api merespons sikap perusahaan yang seakan menganggap remeh pemerintah daerah. “Kalian itu sudah ambil kekayaan kami, jadi tolong hargai hak-hak kami,” ucapnya tegas dan disambut tepuk tangan warga dan PNS yang hadir di ruangan hearing.
Selain itu, Ketua DPRD juga mengingatkan Kapolres Halmahera Timur supaya tidak represif terhadap warga yang melakukan aksi protes. Idrus Maneke menganggap warga yang menggelar aksi protes ketika itu tidak anarkis, sehingga tidak pantas kalau direspons dengan tembakan gas air mata oleh aparat. Dalam hearing yang dipimpin wakil gubernur itu telah disepakati sejumlah poin. Pihak perusahaan dan warga pemilik lahan akan duduk bersama dalam rangka penyelesaian masalah lahan yang diserobot perusahaan STS.
Sementara itu, informasinya polisi telah melayangkan surat panggilan terhadap 20 warga Halmahera Timur yang melakukan aksi protes ke PTS yang telah menyerobot lahan masyarakat. Pemanggilan terhadap 20 warga ini direspons serius oleh publik Maluku Utara. Publik menganggap langkah yang diambil Kapolda Maluku Utara, Irjen (Pol) Waris Agono, itu terbilang berlebihan. Publik berharap Kapolda tidak berpihak pada perusahaan tambang.
Masih terkait dengan STS, Direktur Riset dan Opini Anatomi Pertambangan Indonesia, Safrudin Taher menilai Kapolda belum menyentuh akar masalah yang menyebabkan terjadinya konflik antara warga pemilih lahan dan pihak perusahaan. Ia berharap Kapolda tidak tebang pilih saat melakukan penegakan hukum. “Tim Khusus Tambang Ilegal yang dibentuk Kapolda itu bagi kami belum adil saat melaksanakan tugasnya. Penegakan hukum hanya terhadap tambang rakyat, sementara tambang besar dibiarkan, padahal kegiatan mereka juga diduga ilegal,” ujarnya.
Selain STS yang diduga menyerobot lahan warga, Safrudin menantang Kapolda untuk mengusut serius tingkah PT Wana Persada Mineral (WKM) yang menjual 90 ribu metrok ton ore nikel. “Kalau Kapolda benar-benar serius usut masalah tambang, kenapa STS dan WKM dibiarkan, dan terkesan dilindungi? Kami tantang Kapolda untuk berani mengusut tambang besar yang telah menyerobot lahan warga dan menjual bijih nikel yang bukan miliknya,” tegas Safrudin.
Demonstrasi
Pada Kamis (1/5), puluhan mahasiswa menggelar aksi di depan kediaman Gubernur Maluku Utara di Kota Ternate. Massa aksi dari berbagai elemen itu menuntut pemerintah daerah supaya tidak diam ketika masyarakat ditindas perusahaan tambang dan terjadinya kerusakan lingkungan. Wakil Gubernur Sarbin Sehe menemui massa aksi tersebut. Di depan massa aksi, Sarbin menyampaikan bahwa konflik antara warga Halmahera Timur dengan PT STS telah dimediasi dan sudah ada kesepakatan. Kesepakatan itu menunggu untuk direalisasikan.
Kesempatan itu, Sarbin juga mengatakan bahwa pemerintah daerah tidak menolak hadirnya investasi pertambangan. Meski begitu, ia berharap perusahaan tidak berlebihan merusak lingkungan. (xel)
Tinggalkan Balasan