Tivanusantara – Malam Lailatulqadar di Kota Ternate menjadi salah satu momentum yang paling istimewa di bulan suci Ramadan. Perayaan menyalakan obor ela-ela juga dirayakan di seluruh wilayah Maluku Utara. Tradisi ela-ela yang digelar di Kesultanan Ternate ini dihadiri Sultan Ternate Hidayatullah Mudaffar Sjah, Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman, Wakil Wali Kota Nasri Abubakar serta Sekretaris Daerah Rizal Marsaoly. Usai menyalakan obor secara bersamaan, Pemkot berencana mengusulkan tradisi malam ela-ela menjadi warisan budaya tak benda.
Tauhid mengatakan, tradisi malam ela-ela sudah sejak lama dilaksanakan secara turun-temurun. Di Kota Ternate, setiap tahun dipusatkan di Kedaton Kesultanan Ternate sebagai momentum menyambut malam Lailatulqadar atau malam turunnya Al-Qur’an.
“Tradisi ini tetap dilestarikan sebagai bagian dalam rangka untuk syiar agama serta menjaga tradisi sekaligus memperkuat spiritual. Kemudian, Pemkot juga mengadakan perlombaan festival ela-ela di beberapa kelurahan di Ternate,” ujar Tauhid, Rabu (26/3).
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Ternate, Muslim Gani, menambahkan festival ela-ela akan diikut enam kelurahan yaitu Soasio, Ngidi, Tobenga, Lingkungan Kubur Islam, Mangga Dua dan Jambula. Ini dilakukan agar dapat menjaga tradisi dan mengembangkan budaya Ternate.
“Nanti ada kriteria penilaian sebelum lomba ini berjalan. Hal paling terpenting yaitu Pemkot Ternate melalui Dinas Kebudayaan akan usulkan ela-ela ini menjadi warisan budaya tak benda di tahun 2026,” ucap Muslim.
Di tempat yang sama, Jo Hukum Soasio Kesultanan Ternate, Gunawan Radjim mengatakan malam Lailatulqadar yang jatuh pada malam ke 27 Ramadan lazimnya disambut gembira oleh masyarakat Kota Ternate.
“Ada puncak yang didapat di malam ke 27, kami menyakini bahwa Lailatulqadar yang jatuh malam 27 yaitu terdapat keberkahan dan rahmat. Kemudian, Alada filosofi dibalik itu semua tentang proses asal kejadian manusia, proses dalam kandungan seperti melakukan puasa sebagaimana anak dalam kandungan tidak makan dan minum,” jelasnya.
“Pada malam 27 Ramadan, sang ibu mempersiapkan diri untuk anak lahir pada malam 1 Syawal nanti, sehingga proses malam ela-ela itu orang Ternate dan Maluku Utara secara umum kebanyakan menyalahkan obor dengan penuh sukacita dan kegembiraan serta diiringi cahaya terang-benderang,” sambungnya.
Sembari menambahkan, saban tahun Kesultanan Ternate dan pemerintah kota menyambut malam yang lebih baik dari 1.000 bulan itu setelah salat Magrib di depan kedaton.
“Kenapa tradisi ini disebut guto? Karena ditempatkan buah-buahan dan batang pohon pisang yang baru dibakar menggunakan damar. Di zaman dulu itu menjadi tradisi bagi pemangku agama untuk mengambil buah-buahan sebagai oleh-oleh,” tandasnya. (udi/tan)
Tinggalkan Balasan