Tivanusantara – Banyak fakta muncul pada penghujung sidang kasus suap proyek di tubuh Pemprov Maluku Utara dengan terdakwa mantan Gubernur Abdul Gani Kasuba. Fakta-fakta tersebut diungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menampilkan sejumlah beberapa acara pemeriksaan (BAP).

Saat BAP Direktur Utama PT Hijrah Nusatama, Hadiruddin Haji Saleh, muncul fakta yang terbilang menarik. Dalam BAP itu menyebutkan, dua mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku Utara, Saifuddin Juba dan Daud Ismail mendatangi kantor PT Hijrah di Kelurahan Gamtufkange, Kota Tidore Kepulauan. Ketika itu Saifudin dan Daud mengambil uang Rp 6 miliar.

Dalam BAP yang dibacakan JPU tersebut mengungkapkan pada 2020 sampai 2021, PT Hijrah menangani pekerjaan peningkatan jalan Saketa-Dahepodo sepanjang 16 kilometer. Selain itu, pada tahun 2022-2023, juga menangani pekerjaan jalan multiyears di ruas yang sama.

Dari situlah, Hadiruddin mulai dimintai uang oleh Kepala Dinas PUPR Saifudin Djuba dan Daud Ismail yang ketika masih menjabat Kepala Bidang Bina Marga. Cara mereka minta uang kepadanya di setiap setelah pencairan uang proyek. Daud Ismail alias Au datang ke kantornya. Tercatat setiap bulan sebanyak tiga kali Daud Ismail meminta uang untuk keperluan Abdul Gani Kasuba.

Uang yang ia berikan kepada Saifuddin Djuba dan Daud Ismail ini katanya untuk memenuhi permintaan Abdul Gani Kasuba. Setiap mereka datang, Hadiruddin memberikan uang 50 sampai 60 juta dalam bentuk cash.

“Sehingga ditotalkan pekerjaan proyek di PUPR sampai kontrak berakhir di Desember 2023, uang yang diberikan sekitar Rp 4,5 miliar. Ini untuk proyek peningkatan jalan Saketa-Dahepodo dengan nilai pekerjaan Rp 50 miliar,” kata JPU Andry Lesmana saat membacakan BAP Hadiruddin.

Sedangkan untuk proyek multiyears peningkatan jalan Saketa-Dahepodo pada tahun 2023 senilai Rp 43 miliar, Saifuddin Juba dan Daud Ismail juga meminta uang senilai Rp 1,5 miliar. Hadiruddin bersedia memberikan uang tersebut karena jika menolak atau belum memberikan, maka Daud Ismail dan Abdul Gani Kasuba akan mempersulit ketika dirinya mengajukan pencairan uang pekerjaan proyek.

Majelis hakim kemudian menanyakan kepada AGK uang tersebut diterima sekaligus atau bertahap?. Namun AGK membantah dan menegaskan tak pernah menerima uang tersebut. “Mohon maaf yang mulia, tidak sempat terima (uang) itu,” jawab AGK. “Tidak apa-apa bantahan saudara,” potong ketua majelis. Sidang akan dilanjutkan Rabu pekan depan dengan agenda pemeriksaan ahli dari terdakwa. (tan)