Tivanusantara – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rupanya terus melakukan pengembangan penyidikan kasus korupsi di Maluku Utara. Salah satu alasannya karena sejumlah pelaku belum ditetapkan tersangka dan ternyata tidak ada efek jera setelah mantan Gubernur Abdul Gani Kasuba dan sejumlah pejabat ditangkap.
Lembaga antirasuah itu mencium masih ada aroma korupsi yang lebih luar biasa setelah Abdul Gani Kasuba ditetapkan tersangka hingga disidangkan. Ada oknum pejabat yang diduga masih melakukan tindakan tidak terpuji yang sudah tentu akan berdampak buruk pada APBD. Atas dasar itu, KPK kemungkinan akan melakukan pengembangan kasus yang sudah menyeret Abdul Gani Kasuba. Bukan tidak mungkin beberapa kasus lain juga akan dibongkar.
Salah satu masalah yang sementara ini dibidik KPK adalah dugaan keterlibatan anggota DPRD Provinsi Maluku Utara dalam tender paket proyek di Pemprov Maluku Utara. KPK akan masuk untuk mengungkap masalah tersebut setelah salah satu saksi di sidang lanjutan perkara suap dengan terdakwa Abdul Gani Kasuba (AGK) membeberkannya di hadapan hakim.
Tidak hanya beberapa anggota DPRD, bahkan istri dari salah satu anggota DPRD juga disebut terlibat dalam intervensi paket proyek di Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Pemprov Maluku Utara. Bahkan dugaan permainan proyek ini sudah diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah itu juga sudah mengantongi bukti-buktinya.
“Ini akan terbuka juga, karena saya pe BAP (berita acara pemeriksaan) sudah ada. Penyidik (KPK) juga sudah kantongi rekening swasta dan DPRD. Sudah ada itu,” jelas mantan Pokja VI BPBJ Maluku Utara, Yusman Dumade, yang ditemui wartawan usai bersaksi kemarin.
Yusman menyebut KPK telah mengantongi bukti keterlibatan anggota DPRD Maluku Utara terkait proyek hingga transaksi pihak swasta dan istri anggota DPRD. “Istri DPRD itu sudah ada di data KPK, dan itu diperlihatkan ke saya saat pemeriksaan. Saya tidak perlu sebutkan, nanti itu akan terbuka,” terangnya.
Yusman juga mengaku ada anggota DPRD yang menghubunginya dan bertemu langsung. Dia merasa heran saat diberhentikan dari Pokja lantaran tak bekerja sama dalam memenangkan paket yang diduga milik DPRD. Padaha proyek Pokir anggota DPRD atau pun reguler pihaknya tetap melaksanakan tender sesuai dengan prosedur.
“Pokja pada prinsipnya sesuai dengan mekanisme pengadaan, meski ada arahan dari gubernur maupun DPRD. Paket pokir dan reguler ini tidak bisa dibedakan, karena sama. Jadi kami jalankan sesuai prosedur,” pungkasnya. (gon/kep)
Tinggalkan Balasan