Oleh: Rahmat A Abdina
_____
SERANGAN di Rafah, Palestina oleh tentara Israel pada hari Minggu (26/5) kemarin telah menggemparkan publik dunia. Bagaimana tidak, pihak Israel menyerang secara sadis tempat penampungan korban warga Palestina.
“Kami melihat mayat-mayat hangus dan anggota tubuh yang terpotong-potong. Kami juga melihat kasus amputasi, anak-anak, wanita, dan orang tua terluka” kata Dr Mughayer, perwakilan Pertahanan Palestina dikutip dari detikhelath.
Melihat fenomena yang tidak manusiawi ini membuat kita bertanya-tanya, mengapa manusia bisa melakukan tindakan yang tidak dapat diterima secara hati nurani. Padahal jauh hari di zaman mitologi Yunani juga telah populer sebuah ungkapan “Manakala manusia tidak lagi marah terhadap pelanggaran, atau tidak lagi malu terhadap hal yang memalukan, Zeus akan membinasakan mereka”.
Kita semua tentu marah terhadap pelanggaran moril yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap bangsa Palestina itu. Namun, apakah mereka yang melakukan hal memalukan dalam kacamata kemanusiaan tersebut tak terbesit rasa malu di dalam diri mereka!
Ditinjau dari analisis yang pernah dilakukan oleh Erich Fromm bahwa tidak seperti binatang atau hewan mamalia lainnya, manusia memiliki insting untuk membunuh sesamanya tanpa alasan yang jelas. Hal tersebut tidak ditemukan pada binatang. Hal ini karena ada dorongan hawa nafsu manusia untuk menguasai secara tak terbatas atas makhluk hidup lain atau manusia lain.
Berbicara mengenai instingtifisme, manusia dan binatang/hewan memiliki satu kesamaan, yakni insting defensif yang digunakan untuk melindungi diri ketika ada hal-hal yang mengancam atau menyerang. Hal ini, disebut Erich Fromm sebagai agresi lunak yang mana merupakan naluri bawaan manusia ataupun binatang untuk mempertahankan hidupnya.
Sedangkan, kata Konrad Lorenz, satu hal yang hanya dimiliki oleh manusia dan tidak dimiliki binatang/hewan ialah insting untuk merusak atau membunuh. Tak sampai di situ, ketika ada dorongan untuk destruktif/merusak, ada perasaan puas/bahagia ketika manusia mampu melakukan tindakan destruktif itu.
Secara naluriah, manusia ialah makhluk dramatis, dimana setiap individu memiliki kecenderungan untuk mendramatisasi suatu keadaan. Ketika kebutuhan akan drama tersebut dirasa tidak terpenuhi, maka langkah-langkah destruktif dilakukan untuk menciptakan drama-drama sebagai perwujudan atas insting manusia. Hal inilah yang menjadi pembeda antara manusia dan hewan.
Secara mendasar, Freud telah mengetengahkan bahwa manusia akan dengan keras mengupayakan untuk memenuhi kebutuhan mempertahankan hidup/agresi kehidupan (seksual). Namun, pengembangan penelitian Freud tertumpu pada persoalan bahwa manusia punya hasrat lain selain mempertahankan atau melestarikan keturunannya.
Teori Freud berkembang pada satu kesimpulan bahwa insting manusia untuk hidup (agresi seksual) sama dengan insting kematian atau destruktif manusia. Kematian atau kerusakan bisa dilakukan manusia, baik kepada dirinya sendiri maupun orang lain. Maka, sudah menjadi fitrah bahwa dalam tindakan manusia untuk hidup, sejalan dengannya pula insting untuk kematian atau berbuat kerusakan.
Hal inilah yang kata psikoanalis terkenal Erich Fromm sebagai penyebab munculnya ragam peperangan di atas muka bumi, termasuk apa yang telah dilakukan oleh pihak Israel dalam serangan Rafah kemarin. Menjadi suatu pembelajaran, agar instingtifisme manusia tidak dialirkan untuk hal-hal destruktif semata. Karena disamping nafsu manusia yang telah menjadi fitrah, ada akal dan hati yang menjadi penuntun dalam bertindak di atas muka bumi ini. (*)
Tinggalkan Balasan