DARUBA, TN – Nelayan ikan tuna di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, bingung ke mana hendak menjual hasil tangkapan mereka. Ratusan kilogram ikan tuna berpotensi membusuk akibat salah satu perusahaan yang membeli ikan tuna di Morotai, yakni PT Harta Samudera tak lagi menerima stok ikan dari nelayan. Hal itu membuat nelayan merugi hingga puluhan juta.

Dengan hanya tersedianya satu perusahaan yang membeli ikan tuna di Morotai selama 6 tahun terakhir itu, nelayan pun bingung mencari pasar lainnya yang dapat membeli stok ikan yang mereka dapatkan. Nelayan berharap, Pemkab Morotai dapat mendatangkan investor lainnya yang dapat membeli ikan tuna di Morotai, sehingga nelayan tak lagi tergantung pada satu perusahaan semata, yakni PT Harta Samudera.

Selain itu, sejumlah nelayan juga mengaku telah rugi puluhan juta karena kualitas ikan menjadi menurun. Dimana, ikan tuna yang berkualitas untuk ekspor ke luar negeri menjadi kualitas lokal karena tertahan beberapa hari di tangan nelayan. Mereka mengaku kecewa karena PT Harta Samudera seringkali tak menerima stok ikan bahkan bermain harga.

“Dalam satu bulan terakhir ini, PT Harta Samudera sudah tiga kali tutup dan tidak lagi menerima stok ikan dari nelayan. Sehingga nelayan merasa paling kecewa,” kata Mulianto, salah satu nelayan tuna, Jumat (10/5).

“Jadi kalau Harta Samudera tidak punya uang atau modal untuk membeli ikan tuna, lebih baik Harta Samudera ditutup saja dan segera angkat kaki dari Morotai. Jangan lagi membeli ikan tuna karena Harta Samudera bikin rugi nelayan saja,” sambungnya penuh kesal.

Terpisah, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pulau Morotai, Yoppy Jutan mengaku, stok ikan yang tidak lagi diterima oleh PT Harta Samudera karena volume pendaratan ikan tuna di Morotai sedang meningkat dua kali lipat dari biasanya bahkan lebih. Sehingga itu, perusahaan tidak lagi mampu menampung ikan.

Data volume distribusi pendaratan ikan Tuna tertinggi yakni dari Morotai Utara sebesar 40%, Morotai Timur 30%, Morotai Selatan 20% dan sisanya sekitar 10% di pasok dari luar dari 3 sentra tersebut termasuk dari luar Pulau Morotai. Rata-rata ikan tuna mendarat di Morotai sebanyak 400 ekoran setiap hari, namun saat ini meningkat dua kali lipat hingga mencapai 800 ekor.

“Kapasitas produksi di PT Harta Samudera maksimal sebanyak 300 ekoran setiap harinya. Sebagian lainnya diserap oleh pembeli lain seperti CV Charlie Morotai Cemerlang dan Koperasi Nelayan Tuna Pasifik yang domisili perusahaannya di Desa Sangowo,” kata dia.

Menurutnya, saat ini pembeli selain PT Harta Samudera masih terkendala dengan rendahnya serapan pasar ekspor, sehingga ikan yang mereka beli dari nelayan Morotai masih tertampung lama di Coldstorage baik di Morotai maupun di Jakarta.

“Volume pendaratan ikan yang berlimpah saat ini seharusnya harus seimbang dengan adanya ketersediaan es agar mutu ikan dapat terjaga dan harganya tetap stabil agar tidak merugikan nelayan,” ujarnya.

“Semoga dalam waktu dekat dalam tahun 2024 ini sejumlah fasilitas pemerintah yang tersedia di SKPT (sentra kelautan dan perikanan terpadu) Morotai dapat beroperasi agar menjawab sejumlah persoalan yang sedang di hadapi saat ini agar terhindar dari ancaman kubur ikan,” sambungnya menutup. (ula/tan)