TERNATE, TN – Nama Sekretaris Daerah (Sekda) Halmahera Barat, Syahril Abdul Rajak sementara ini dikait-kaitkan dengan dua dugaan penyalahgunaan anggaran miliaran rupiah. Pertama, ia diduga terlibat dalam dugaan masalah anggaran pinjaman di BPD Cabang Jailolo tahun 2018 sebesar Rp 159 miliar. Kedua, terkait dengan dugaan korupsi dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp 35 miliar.

Terkait dengan dugaan korupsi Rp 159 miliar, Kejaksaan Tinggi Maluku Utara telah melakukan proses hukum. Sedikitnya 43 orang saksi telah diperiksa, termasuk Syahril Rajak. Belum lama ini Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejatit, Ardian, mengatakan pihaknya tidak main-main dengan kasus tersebut.“Sekda Halmahera Barat diperiksa tim penyidik Pidsus pada Kamis 16 November 2023 lalu. Sekda diperikalsa sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Halbar,” kata Ardian.

Pihaknya juga tengah mempersiapkan dokumen-dokumen untuk dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. Menurutnya, untuk penetapan tersangka akan dilakukan setelah penyidik menerima perhitungan kerugian negara dari auditor BPK RI. Pihaknya bekerja sesuai dengan SOP yang berlaku.

“Untuk itu, kepada masyarakat mohon bersabar. Penetapan tersangka dilakukan apabila kami telah menerima hasil audit kerugian negara. Kami tetap konsisten terhadap perkara yang ditangni tidak main-main,” terangnya.

Sementara itu, terkait dengan dugaan korupsi dana PEN Rp 35 miliar, pada Senin (25/3), DPD Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara melakukan aksi di kantor Kejaksaan Tinggi mendesak agar kasus dugaan korupsi itu diusut.  “Kami mendesak penyidik Kejati segera melakukan pemeriksaan terhadap Bupati dan Sekda Halmahera Barat,” tegas Ketua DPD GPM Maluku Utara Sartono Halek.

Sartono menilai Kejati Maluku Utara terkesan takut melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah, wakil bupati dan Sekda dalam penanganan kasus. “Tetapi anehnya pihak Kejati seakan-akan takut memeriksa kepala daerah, baik 01, 02, dan 03 di pemerintahan,” ucapnya.

Kata dia, jika seperti ini terus penanganan kasus korupsi oleh Kejati Maluku Utara, alangkah baiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus-kasus itu. “KPK perlu mengambil alih sejumlah kasus yang ditangani Kejati Maluku Utara,” pungkasnya. (kov)