TERNATE, TN –  Pencopotan Samsudin A Kadir dari jabatan Sekretaris Provinsi Maluku Utara mendapat respons publik. Dosen sekaligus praktisi hukum Muhammad Tabrani menyoroti tegas sikap yang diambil Plt Gubernur Maluku Utara, M Al Yasin Ali tersebut.

Tabrani kepada Nuansa Media Grup (NMG) menjelaskan, penjabat Sekretaris Provinsi bisa diangkat hanya dengan dua alasan. Pertama, Sekretaris Provinsi definitif tidak bisa melaksanakan tugas dan yang kedua terjadi kekosongan jabatan. Hanya dua alasan itu menurut Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 3 tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah.

Sekretaris Provinsi tidak bisa melaksanakan tugas karena dua hal juga yaitu, mendapat penugasan yang berakibat tidak dapat melaksanakan tupoksinya paling singkat 15 hari kerja dan kurang dari 6 bulan.

“Ini terhitung sejak tanggal pelaksanaan penugasan dalam surat perintah tugas dari gubernur atau menjalankan cuti selain cuti di luar tanggungan negara, terhitung sejak tanggal pelaksanaan cuti berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang,” jelasnya, Senin (25/3).

Menurut dia, selain itu, alasan pergantian karena terjadi kekosongan jabatan yang didasarkan pada beberapa hal, yakni diberhentikan dari jabatannya atau diberhentikan sementara sebagai PNS, terhitung sejak tanggal berlakunya pemberhentian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ASN. Kemudian dinyatakan hilang terhitung sejak ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan keterangan dari pihak yang berwenang dan mengundurkan diri dari jabatan dan/atau sebagai PNS terhitung sejak diterimanya surat pengunduran diri oleh Gubernur.

“Itulah alasan-alasan hukum secara limitatif penggantian Penjabat Sekprov menurut Perpres nomor 3/2018. Adapun gubernur dapat menunjuk pelaksana harian (PLH) Sekprov hanya apabila Sekprov yang lama tidak bisa melaksanakan tugas kurang lebih dari 15 hari kerja atau dalam proses penerbitan keputusan pemberhentian sekda kurang dari 7 hari kerja dan/atau pengangkatan penjabat Sekprov,” turunya menjabatkan.

Masih menurut Tabrani, Plt Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat hanya dapat mengangkat penjabat Sekprov setelah mendapat persetujuan Mendagri dengan masa jabatan paling lama 6 bulan dalam hal Sekprov lama diganti karena alasan tidak bisa melaksanakan tugas dan paling lama tiga bulan dalam hal terjadi kekosongan jabatan. Beda halnya dengan penjabat Sekda kabupaten/kota cukup hanya persetujuan gubernur.

Sedangkan untuk calon Penjabat Sekprov yang menjadi kandidat ditunjuk sebagai Plh harus memenuhi beberapa syarat, yakni menduduki jabatan pimpinan tinggi pratama eselon IIa, memiliki pangkat paling rendah Pembina utama muda golongan IV/c, mempunyai penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 2 tahun terakhir, emiliki rekam jejak jabatan, integritas dan moralitas yang baik, dan tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan/atau berat.

“Jika calon Penjabat Sekprov memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, maka gubernur mengusulkan secara tertulis 1 calon kepada Mendagri paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak Sekprov lama tidak bisa melaksanakan tugas atau terjadinya kekosongan jabatan.  Usulan tersebut dilengkapi dengan dokumen persyaratan dan CV Calon bersangkutan. Setelah Mendagri menerima usulan itu dapat menyetujui atau menolak paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat dari gubernur,” ujarnya.

Tabrani menambahkan, Jika disetujui, maka Plt Gubernur menetapkan Penjabat Sekprov dengan keputusan gubernur paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat persetujuan Mendagri tersebut, bukan oleh surat perintah pelaksana harian. Sekarang dilihat saja dasar hukum penunjukan Plh Sekprov sesuai atau tidak dengan Perpres nomor 3/2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah. Apakah ada persetujuan Mendagri dalam konsideran SK Plh Sekprov ataukah apakah itu dalam bentuk Keputusan Gubernur ataukah hanyalah surat perintah pelaksana harian.

Jika hanya surat perintah, maka secara hukum administrasi, tidak sah. Sebab, Perpres mewajibkan penunjukan Plh Sekprov harus melalui Surat Keputusan Gubernur (beschiking) berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat 6 Perpres nomro 3/2018. Atas dasar itulah, Sekprov yang dicopot dalam menguji Surat Perintah yang dikeluarkan Gubernur itu di PTUN Ambon, apakah ada indikasi penyalahgunaan wewenangnya sebagai Plt Gubernur atau tidak. “Karena dari Surat Perintah Pelaksana Harian No.821.2.21/SPH/013/III/2014 tertanggal 25 Maret 2024 itu menurut saya banyak keganjilannya dan patut diduga cacat hukum,” tegasnya mengakhiri. (ano/rii)