TERNATE, TN – Ketua Komisi II DPRD Kota Ternate, Mubin A. Wahid kembali angkat bicara menyikapi rencana dibangunnya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di kawasan reklamasi Kelurahan Kalumata, Kota Ternate, dengan dana sebesar Rp 1,69 triliun. Ia tegaskan, rencana Pemkot Ternate itu tidak masuk akal, karena tidak sesuai dengan APBD yang realisasinya hanya Rp 900 miliar.

Mubin mengatakan, Pemkot pernah mendatangkan PT Wika untuk mempresentasikan model pengembalian dari Pemkot ke perusahaan tersebut jika rumah sakit sudah dibangun. Berdasarkan hitungan PT Wika, Pemkot Ternate harus menyetorkan dana Rp 170 miliar setiap tahun selama 10 tahun ke PT Wika. “Setelah kami dengarkan presentasi itu, saya anggap ini sesuatu yang tidak masuk akal. Pemkot tidak akan mampu dan sudah pasti DPRD tidak setuju, karena kemampuan keuangan daerah sangat terbatas,” tuturnya pada Nuansa Media Grup (NMG).

Lanjutnya, Pemkot pernah disarankan supaya mencarai model pembiayaan lain yang tidak hanya membebani APBD. Pemkot tetap ngotot dan kembali menghadirkan beberapa petinggi PT Wika. “Tapi presentasinya orang-orang PT Wika masih sama saja. Kenapa tidak masuk akal? Karena kemampuan APBD kita Rp 1 triliun, realisasinya Rp 900 miliar. Dari total itu, belanja modal kita Rp 180 miliar. Kalau setiap tahun kita setor lagi ke PT Wika Rp 170 miliar, maka habislah uang daerah. Kalau sudah begitu, maka sudah pasti menghambat program-program penting,” tegasnya.

Ketua DPW PPP Maluku Utara ini menambahkan, DPRD, Pemprov dan Kementerian Dalam Negeri pasti tidak setuju dengan rencana Pemkot Ternate tersebut. Ia meminta ke pihak-pihak yang berambisi membangun rumah sakit itu supaya tidak larut dalam mimpinya, karena rencana tersebut tidak masuk akal. “Saya mendukung kalau kita bangun rumah sakit, tapi harus rasional dalam mempertimbangkan keuangan daerah. Kita khawatirkan seluruh penyelenggara pemerintah di Ternate ini jadi hancur oleh karena setuju dengan rencana yang satu ini,” ujarnya.

Terkait dengan dugaan suap yang diterima oknum DPRD, Mubin mengaku tidak banyak tahu. “Saya tidak tahu kalau personal anggota. Kalau pimpinan, saya yakin tidak terima suap. Kalau memang ada indikasi, maka kami serahkan ke penegak hukum untuk melakukan penyelidikan,” tambahnya.

Wali Kota Ternate

Lain Mubin, lain lagi dengan pernyataan Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman. Tauhid merasa yakin kalau rencana Pemkot tersebut akan terealisasi. Sementara ini dalam proses penyiapan peraturan daerah. Kata dia, semua tahapan akan dilakukan Pemkot, agar megaproyek tersebut bisa jalan. Meski begitu, ia menepis dugaan suap yang terjadi di tubuh Pemkot dan DPRD Ternate. “Prinsipnya semua proses harus sesuai dengan aturan, makanya harus lama. Sekarang sudah satu tahun. Intinya tuduhan adanya suap itu tidak benar,” katanya membantah.

Aduan Dugaan Suap ke KPK

Puluhan massa yang tergabung dalam Mahasiswa Pemerhati Hukum (MAPERHUM) Maluku Utara menggelar demonstrasi di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (2/1) siang. Mahasiswa mendatangi KPK dengan membawa spanduk yang ada foto Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman. Dalam aksi itu, beberapa orator bergantian melakukan orasi menyuarakan dugaan suap di Kota Ternate.

Dugaan suap ini terkait dengan rencana pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ternate di Kawasan reklamasi Kelurahan Kalumata, Kota Ternate, yang rencana dianggarkan Rp 1,69 Triliun. Alfian, satu dari beberapa orator menuturkan, selama proses administrasi, termasuk perizinan dan persetujuan DPRD, diduga terjadi transaksi gelap. Dugaan suap ini informasinya untuk memperlancar semua proses administrasi. Sejumlah orang penting di Pemkot Ternate diduga mengetahui dugaan suap tersebut, termasuk beberapa anggota DPRD.

Uang yang diduga hingga miliaran rupiah itu kabarnya dikeluarkan oleh perusahaan yang bakal menangani pembangunan rumah sakit tersebut. “Masalah ini belum diketahui publik luas di Kota Ternate dan Maluku Utara pada umumnya. Kami datang ke hadapan KPK untuk meminta supaya lembaga antirasuah ini memeriksa Wali Kota Ternate dan anggota DPRD Ternate yang diduga mengetahui dugaan suap pada tahap pengurusan administrasi dan perizinan rumah sakit ini,” pinta Alfian dan melakukan orasi di depan kantor KPK.

Selain Wali Kota dan anggota DPRD, massa aksi juga menyebutkan bahwa ada beberapa pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Ternate diduga menerima suap, sehingga harus dipanggil untuk diperiksa penyidik KPK. Sayangnya, massa aksi tidak menyebutkan nama-nama pimpinan OPD yang dimaksud. Meski begitu, mahasiswa menggambarkan kalau pimpinan OPD yang dimaksud adalah orang yang begitu dekat dengan Wali Kota Ternate.

Setelah berorasi, massa aksi langsung diundang hearing dengan penyidik KPK. Tak sebatas itu, mahasiswa juga langsung diminta penyidik untuk membuat laporan resmi. Dalam surat terima laporan itu tertulis Wali Kota, anggota DPRD dan beberapa pimpinan OPD sebagai pihak yang dilaporan. Jajaran petugas KPK yang menerima massa aksi berjanji akan menindaklanjuti laporan tersebut. Petugas KPK mengaku akan lebih dulu melakukan klarifikasi terhadap anggota DPRD yang kontra dengan rencana pembangunan rumah sakit itu. Bagi mereka, anggota DPRD yang kontra, kemungkinan tidak menerima suap. (udi/rii)