SOFIFI, TN – Tingkah anggota DPRD Provinsi Maluku Utara (Malut) akhir-akhir ini kelihatan lain. Itu tampak saat paripurna pemandangan umum R-APBD tahun 2024 di Gedung DPRD Jumat (29/12). Hampir semua fraksi menyampaikan pemandangan umum dengan memojokkan beberapa SKPD di Pemprov Maluku Utara. Bahkan, entah ada apa sebagian wakil rakyat dengan terbuka meminta Plt Gubernur M. Al Yasin Ali mengevaluasi Kepala Bappeda dan Kepala BPKAD.
Ngototnya anggota DPRD menyerang Pemprov Maluku Utara itu kemungkinan karena kepentingan mereka untuk menambah anggaran pokok pikiran dan menitipakn kegiatan di sejumlah SKPD tidak sepenuhnya diakomodir Pemprov. Itu sebabnya DPRD begitu spesifik menyoroti Kepala Bappeda dan Kepala BPKAD. Sekadar diketahui, konflik Pemprov dengan DPRD semakin mengemuka, lantaran Bappeda mulai menutup ruang wakil rakyat untuk mengutak-atik anggaran.
Sikap keras Bappeda itu dalam rangka membenahi tata Kelola keuangan yang selama ini kurang baik, termasuk dalam rangka menekan angka utang tahun berikut dan memangkas kegiatan yang tidak jelas. Anggota DPRD terus menyerang melalui media massa hingga pada paripurna resmi itu bukan tidak mungkin karena semata-mata agar pokir mereka dinaikkan secara tidak normal. Sebelumnya, pokir anggota DPRD hingga mencapai Rp 400 miliar. Secara normal, pokir mereka hanya sekitar Rp 100 miliar lebih.
Kabarnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menyoroti pokir anggota DPRD Provinsi Maluku Utara yang jumlahnya tidak wajar tersebut. Meski sudah disorot penegak hukum, anggota DPRD kelihatan masih ngotot agar pokir mereka naik lagi.
Pemandangan Umum Fraksi
Fraksi PDIP dalam pemandangan umumnya menyoroti R-APBD tahun 2024 sebesar Rp 4.06 triliun. Bagi mereka, rancangan itu tidak realistis dan terlalu ambisius. Pemandangan PDIP ini disampaikan Afina Abd. Ia mengatakan, Pemprov Maluku Utara belakangan ini mengalami banyak masalah keuangan, tak bisa bayar seperti gaji guru honda dan tenaga Kesehatan. Menurutnya, hal ini tentu berawal dari estimasi pendapatan yang salah. “Buat apa ada Bappeda dan bidang anggaran, kalau bikin asumsi pendapatan yang tidak rasional,”ucapnya
Atas persoalan itu, kata dia, Fraksi PDI Perjuangan mendesak Plt Gubernur Maluku Utara, M Al Yasin Ali untuk segera mengevaluasi kepala Bappeda, kepala BPKAD, dan seluruh pejabat eselon III dibawahnya, yang selama ini bikin rusak tata kelola keuangan. Selain itu, lanjutnya, perlu ditinjau kembali estimasi pendapatan serta pelajari angka realisasi APBD tiga tahun terakhir, dan bongkar asumsi pendapatan yang semu ini menjadi realistis.
“Belanja Rp 4,2 triliun harus ditinjau kembali. Kalau estimasi pendapatan sudah realistis, seharusnya asumsi belanja dirasionalkan kembali. Hapus belanja barang jasa OPD yang tidak jelas dan boros. Perjalanan dinas atas nama monitoring, pembinaan atas evaluasi dipangkas, karena outputnya tidak jelas dan tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi,”ujarnya
Selain barang dan jasa OPD dan perjalanan dinas, belanja makan minum, ATK, BBM yang tidak jelas pertanggungjawabannya bahkan didesak harus dipangkas. “Alihkan pada belanja pelayanan dasar, yang menjadi kewajiban utama Pemprov. Demikian Pendapat umum Fraksi Partai PDI- Perjuangan disampaikan sebagai sikap politik,”tambahnya menuturkan.
Sementara Fraksi Partai NasDem DPRD Provinsi Maluku Utara meminta Gubernur mengevaluasi dan memberikan sanksi administratif terhadap seluruh anggota TAPD dan pejabat terkait yang mengakibatkan keterlambatan pengajuan R-APBD tahun 2024. Hal ini disampaikan Fraksi NasDem dalam rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi DPRD terhadap Rancangan Perda APBD Tahun Anggaran 2024, Jumat (29/12).
Bagi Fraksi NasDem, dokumen RAPBD merupakan kerangka acuan bagi fraksi-fraksi untuk menyusun pandangan umum. Namun janji Pemprov Maluku Utara menyampaikan dokumen R-APBD paling lambat 28 Desember 2023 ternyata baru dilengkapi pada 29 Desember 2023 atau hampir bersamaan dengan paripurna penyampaian pandangan umum fraksi.
Fraksi NasDem belum dapat menyampaikan pandangan umumnya mengingat pengkajian atas materi muatan Ranperda APBD 2024 memerlukan waktu untuk dikaji dan dilakukan pendalaman dan telaah atas dokumen terkait lainnya seperti RKPD dan KUA-PPAS. Fraksi NasDem hanya bisa menyampaikan keprihatinannya terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah, khususnya TAPD, yang sangat tidak mumpuni dan tidak optimal.
Fraksi Partai Gerindra menambahkan pada poin pertama pandangan umumnya mempertanyakan keterlambatan penyampaian Ranperda APBD. Sesuai ketentuan PP 12 Tahun 2019, seharusnya disampaikan 60 hari sebelum berakhir tahun anggaran. Akan tetapi yang terjadi adalah APBD disampaikan kurang 1 minggu sebelum berakhir tahun anggaran. Gerindra pun meminta penjelasan pemprov secara jujur dan transparan terkait alasan keterlambatan. Mengingat adanya informasi yang beredar di media terkait keterlambatan penyampaian tersebut karena ulah DPRD.
Kedua, APBD sebagai instrumen utama kebijakan fiskal perlu dioptimalkan lebih sehat dan realistis, maka salah satu skenarionya adalah penyelesaian utang-utang, yang menjadi beban. Karena itu Fraksi Gerindra meminta penjelasan skema penyelesaian utang-utang. baik itu utang jangka panjang maupun utang jangka pendek, lengkap dengan jenis utang per OPD.
Ketiga, kedudukan Pokok-pokok Pikiran DPRD di dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) diatur dalam Peraturan Mendagri Nomor 86 Tahun 2017. Pokir DPRD memuat pandangan dan pertimbangan DPRD mengenai arah prioritas pembangunan serta rumusan usulan kebutuhan program/kegiatan yang bersumber dari hasil penelaahan Pokir DPRD sebelumnya yang belum terbahas dalam Musrenbang. Terkait Pokir Tahun 2024, Fraksi Gerindra meminta transparansi dan jaminan pemerintah daerah tentang pokir-pokir DPRD apakah betul seluruh pokir-pokir DPRD telah di-input ke dalam SIPD, termasuk sejumlah kegiatan DPRD yang melekat di Sekretariat DPRD seperti kegiatan reses.
Keempat, pendapatan asli daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi (PAD) sebagai upaya mewujudkan kemandirian fiskal daerah. Fraksi partai Gerindra meminta penjelasan optimalisasi PAD, serta skema optimalisasi pendapatan transfer DBH tambang.
Kelima, salah satu arah kebijakan APBD 2024 adalah pengentasan kemiskinan yang masih tinggi sebesar 6,19 persen sebagaimana pidato Gubernur pada penyampaian APBD tanggal 15 Desember 2023 dan angka kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, yang mana salah satu faktor utama tinggi kemiskinan di dua kabupaten tersebut adalah keterisolasian. Di tahun 2023, telah ada kegiatan pembangunan jalan yang menghubungkan dua kabupaten itu sebagai upaya mengurangi keterisolasian dan kemiskinan dan di tahun 2024 kegiatan jalan tersebut tidak dilanjutkan. Untuk itu, Fraksi partai Gerindra meminta penjelasan Plt Gubernur alasan ruas jalan Maba-Sagea tidak lagi dilanjutkan. (tim)
Tinggalkan Balasan