TERNATE, TN – Aktivitas Pemprov Maluku Utara (Malut) tetap berjalan normal seperti biasanya, meski Gubernur Abdul Gani Kasuba telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kegiatan setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pun tidak ada yang berubah. Ini disampaikan Sekretaris Provinsi (Sekprov) Maluku Utara, Samsudin Abdul Kadir.

Menurutnya, Pemprov juga telah intens berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait kondisi pemerintahan di Pemprov Malut. Selain itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepala Biro Hukum sebagaimana yang diatur dalam Kemendagri bahwa pendampingan hukum bisa dilakukan pada saat penyelidikan dan penyidikan. “Kemendagri akan menyurati kami soal perkembangan selanjutnya, termasuk menyangkut penunjukan pelaksana tugas (Plt) Gubernur,” jelas Samsudin.

Sementara itu, dosen Hukum Unkhair Abdul Kadir Bubu menjelaskan, setelah Gubernur Abdul Gani Kasuba diamankan dan ditetapkan tersangka KPK, maka Wakil Gubernur M Al Yasin Ali secara otomatis menjalankan tugas-tugas Gubernur, sembari menunggu penunjukan Plt dari Kementerian Dalam Negeri. Setelah Gubernur Abdul Gani Kasuba ditetapkan tersangka, mestinya Kementerian Dalam Negeri sudah mengeluarkan surat keputusan pelaksana tugas.

“Sementara ini Wakil Gubernur otomatis menjalankan tugas sebagai pelaksana harian. Biasanya dalam kondisi seperti ini Mendagri sudah harus keluarkan surat penunjukan Wakil Gubernur sebagai Plt karena Gubernur sudah berstatus tersangka,” tuturnya menjelaskan.

Penetapan Tersangka

Sebagaimana diketahui, KPK telah resmi menetapkan Gubernur Provinsi Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, sebagai tersangka dugaan suap atau gratifikasi. “AGK dalam jabatannya sebagai Gubernur Maluku Utara menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang dimenangkan dalam lelang proyek dimaksud,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/12).

Gubernur AGK diduga menerima suap terkait proyek infrastruktur di Malut. Di mana proyek yang bersumber dari APBN itu nilainya mencapai Rp 500 miliar miliar. AGK diduga memerintahkan bawahannya untuk memanipulasi progres proyek seolah sudah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran bisa dilakukan. KPK menemukan bukti permulaan uang yang masuk ke rekening penampung senilai Rp 2,2 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi AGK diantaranya penginapan atau hotel dan membayar biaya kesehatan.

Dalam kasus ini, KPK tidak hanya menetapkan Gubernur AGK sebagai tersangka. Terdapat pula enam orang lainnya yang ikut ditersangkakan lembaga antirasuah itu. Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Daud Ismail, Kepala Dinas Permukiman dan Perumahan Rakyat (Disperkim) Adnan Hasanudin, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPPJ) Ridwan Arsan, ajudan Gubernur AGK berinisial RI, serta ST dan KW dari pihak swasta. Hingga berita ini diturunkan, KPK terus melakukan pengembangan penyidikan untuk memastikan keterlibatan pihak lain. (ano/kov)