Oleh: Igrissa Majid
Alumni Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera

___

SEBUAH kandang berdiri kokoh, dindingnya bercat putih, atapnya berwarna abu-abu, berseberangan dengan Istana Ular, beralamat di Jl. Kemunafikan No. 1, Konoha Barat, Wakanda.

Ular adalah raja bagi para Tupai yang suka melompat tak berpendirian. Sedangkan Serigala merupakan pimpinan tinggi dari delapan kawanan Jangkrik. Mereka dipercaya untuk memberi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum, jika segala jenis aturan yang dibuat kelompok Lintah merugikan semua populasi di negeri Wakanda.

Mendekati musim pergantian kepemimpinan Ular di Istana, muncul kabar mengejutkan seantero Wakanda. Entah bagaimana riwayatnya, Serigala tiba-tiba memutuskan untuk menikah dengan salah seorang anggota keluarga Ular. Semua diatur dengan baik, berlangsung meriah. Ular dan Serigala kemudian resmi terpaut menjadi satu keluarga.

Keakraban keduanya semakin erat. Jalinan komunikasi mereka tidak lagi terbatas, sebagaimana tempat kerja mereka yang tadinya terpisahkan. Kadang bervakansi di akhir pekan bersama keluarga. Berbincang-bincang seputar kekuasaan dan bertukar pengalaman.

Tiba di suatu momen, Serigala dan beberapa kawanannya ujug-ujug membuat sebuah putusan yang membuat gusar rakyat, karena tidak memberi kemanfaatan sama sekali, berbahaya, dan menyesatkan. Sialan memang. Sebagai pimpinan, Serigala harus menerima dan mengabulkan sebagian permohonan seekor Koala, yang kebetulan sekampung dengan keponakannya bernama Kecebong.

Waktu sudah mendesak, Serigala lekas mengurus perihal permohonan, harus membuat putusan yang menguntungkan keponakannya yang terbilang masih cukup muda. Kabarnya, beberapa hari kemudian, Kecebong yang baru berusia 30 tahun itu harus mendaftarkan diri sebagai calon wakil raja.

Kecebong bersama seekor Kancil tua yang cerdik. Kancil itu merupakan bekas serdadu yang dipecat karena pernah membuat gaduh di kandangnya. Putusan Serigala ternyata brutal, tidak mencerminkan prinsip kesetaraan bagi rakyat berusia di bawah 40 tahun. Kecuali, seperti Kecebong yang punya keistimewaan dari Istana Ular.

Sekejap putusan itu dibacakan, seantero negeri Wakanda heboh. Para simpatisan Kecebong riang gembira, ketua-ketua partai politik pun semakin girang, tetapi Serigala diobok-obok oleh rakyat Wakanda. Permohonan yang dikabulkan memang konyol.

Namun, di tengah keriuhan itu Serigala enggan pusing, Ia menyumbat kedua telinganya dengan gulungan kertas dari berkas permohonan yang tertumpuk di atas meja kerjanya. Selama seminggu, menolak tawaran wawancara dari awak media.

Sepanjang hari kerja, Ia mematikan ponselnya. Sang ajudan Serigala mondar-mandir memberi alasan kepada awak media, bahwa Serigala belum dapat diganggu.

Konspirasi di Meja Makan

Hari masih pagi, Serigala menyapa Ular dengan sebutan “Tuan Raja yang Tiada Tandingannya.” Ular yang sembari menyeruput wedang jahe juga kembali memuji Serigala dengan sapaan “Yang Mulia Gagah Perkasa.”

Di meja makan, terjadi diskusi hebat antara keduanya. Serigala keukeuh untuk tetap memegang jabatan sebagai petinggi di kandang putih. Ular dengan ciri khasnya yang casual, hanya senyum sambil menggaruk-garuk dagunya.

“Tidak ada yang berani mengganggu jabatanmu,” kata Ular. Menurutnya, yang dilakukan Serigala sudah tepat. Keduanya harus memperkokoh kekuasaan dinasti. “Karena itu harus kita pertahankan,” respons Serigala kepada Ular.

Kecebong yang sedang tidur pun tiba-tiba terbangun, lalu bergegas ke meja makan. Ia memuji pamannya. Sang Serigala bercerita kalau Ia sengaja mengajak beberapa kawanannya untuk mengabulkan permohonan.

Kecebong yang terlihat cupu itu memuji pamannya karena sangat berani mengelabui kawanannya. Seisi rumah tertawa. Sedangkan adiknya menyahut dari kamar mandi, Ia memprotes karena nasibnya yang masih jadi Ketua Partai Biri-Biri.

Ular berusaha meyakinkan, semua sudah diatur. Adik Kecebong bernama Kupu-Kupu itu disuruh bersabar menunggu giliran. Nanti setelah Kakaknya berkuasa, sepuluh hingga lima belas tahun lagi Ia akan melanjutkan kepemimpinan.

Di waktu yang sama, televisi di dinding istana yang biasa ditonton sekeluarga menampilkan rakyat melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di dekat kandang Serigala dan Istana Ular, usai beberapa hari dibacakan putusan. Banyak poster dan foto Ular, Serigala, dan Kecebong dipajang di pinggir jalan.

Sepanjang jalan Konoha Barat, beberapa ruasnya massa aksi menulis pesan, “Mereka memperdaya konstitusi, merusak demokrasi, dan menguatkan dinasti.”

Gestur Serigala tampaknya tidak senang dengan pesan massa aksi itu, Ia meminta supaya tidak perlu menonton televisi atau membaca berita di surat kabar. Ia menduga rakyat akan tetap ramai menyoal perkara yang dikabulkan.

Namanya Serigala, akal bulusnya bukan main. “Kecebong tidak perlu khawatir, Serigala dan Ular sudah berkonspirasi mengatur semua, tunggu saja waktunya bertarung,” ujar Serigala meyakinkan.

Memperkokoh Dinasti

Tak ingin berpanjang cerita, Kecebong segera mengelus-ngelus leher seekor Kuda di teras istana. Ia hendak pergi bertemu Sang Calon Raja yang akan didampingi dirinya. Konon mereka didukung beberapa kelompok yang dianggap paling kuat di negeri Wakanda.

Serigala masih tetap santai di meja makan, waktu sudah menunjukkan pukul 10:30 WIB. Ia sengaja mengaktifkan teleponnya, kemudian menghubungi satu per satu kawan yang sudah berjibaku di kandang. Serigala mengatakan langkah yang diambil adalah wujud sebagai negarawan, bukan langkah politik sebagaimana dituduhkan rakyat.

Obrolan itu terus mengalir, bagi Serigala ini adalah jalan takdir kekuasaan, hal-hal bersifat kontroversial merupakan konsekuensi jabatan. Karena itu, Serigala enggan menerima cibiran dari pihak manapun. Ia mempertahankan kekuasaan semaunya.

Karakter Serigala memang tidak peduli, Ia berani walau sendiri, siapa yang melawannya pasti meregang nyawa. Sifat rakus dan tidak bisa diuntung, membuat dirinya menolak untuk memberi kesempatan kepada siapapun, terutama kepada rakyat. Selama itu dapat memberi manfaat bagi diri dan keluarganya, Ia akan berpura-pura jinak.

Rakyat keseluruhan berang. Mereka beranggapan hukum di negeri Wakanda telah diubek-ubek hanya demi kepentingan politik. Karena sebagai negarawan, ternyata Serigala masih tergoda oleh kepentingan itu untuk menyelamatkan keluarga.

Di depan rakyat, Serigala distigma sebagai “Penjudi Konstitusi” di bilik kandang. Siapa yang menang berarti dia yang berkuasa. Siapa yang berkuasa harus bermodal besar dan berkecukupan. Serigala dan Ular masing-masing punya peran.

Di ranah eksekutif, Ular adalah petinggi dari segala Ular. Dalam kekuasaan yudikatif, Serigala mudah mengganti sifat, kadang periang, tetapi langkahnya mematikan. Dua bentuk kekuasaan ini saling menyaru. Inklusif satu sama lain.

Memang dasar Serigala! Ia melolong hingga semua jagat raya memusatkan perhatian kepadanya. Dan, rakyat terperangkap dalam ketidakadilan yang mengerikan. Serigala dan Ular senantiasa membuat pembenaran, seolah-olah semua yang dilakukan adalah cara paling terhormat dan tidak bernilai kerugian.

Dari hari ke hari, Serigala dan Ular selalu mengangkat diskursus kekuasaan. Ujung-ujungnya, misi memperkokoh dinasti harus terus diperkuat. Ular memainkan peran untuk menekan semua kelompok. Serigala membongkar semua kebijakan politik yang melampaui aturan sampai mentok.

Dalam misi itu, situasi politik semakin rumit. Rakyat mengutuk keras kekuasaan yudikatif diintervensi oleh kepentingan eksekutif. Intervensi itu memang pada kenyataannya tidak menguntungkan semua pihak.

Sementara,  literasi Kecebong yang belum paham sepenuhnya tentang kekuasaan, kata “dinasti” hanyalah kosakata yang wajar dalam politik. Memang demikian, pemahaman Kecebong hanya sebatas tentang kolam tempat Ia berenang, dan bersenang-senang mendambakan kekuasaan.

Ceritanya, semula Ular, Serigala, Tupai, Kecebong, Jangkrik, Kancil, Lintah, dan Kupu-Kupu merupakan bangsa manusia, tetapi karena terkutuk oleh sumpah serapah mereka berubah wujud. Dalam perwujudan itu, bangsa manusia lainnya juga tidak ingin melanggar janjinya sebagai rakyat untuk menumpas mereka turun dari tahta.

Sudah nyaris sepuluh tahun Ular berkuasa. Namanya juga kekuasaan, ketika dimulai pasti banyak tantangannya, ketika akan berakhir perlu cara untuk mempertahankannya. Karena itu, jalan pintasnya adalah mengubah haluan kekuasaan. Tadinya sudah menuju akhir, harus berbalik lagi di titik awal.

Melihat Ular yang mulai pusing. Akhirnya, Serigala rela merobek beberapa halaman konstitusi yang merupakan manuskrip tua tentang batas takhta dan kuasa. Keasliannya telah dibuang demi kedudukan keluarga. Dan, Ular yang telah mengetahui misi itu memilih diam bak patung Dinosaurus.

Rakyat sudah menduga, Ia diam tetapi senang terhadap keadaan. Sebaliknya, karena masih berkuasa, Ular menganggap rakyat adalah makhluk penyayang. Jabatannya tidak mungkin diganyang. Ular tidak menyadari, segala keputusannya merupakan ancaman bagi makhluk hidup lain. Serigala apalagi, sekali memangsa, maka rakyat dalam keadaan bahaya.

Menyedihkan memang, kandang Serigala menjadi sentral otoritarianisme baru setelah 32 tahun negeri Wakanda terjajah di bawah rezim diktator. Hingga kini, rakyat masih murka. Tapi, tak lama kemudian, nasib nahas menimpa Serigala, jatuh terjepit dalam sebuah lubang, berhari-hari, hampir tak ada yang mengetahui. Kaki kanannya sedikit terluka, napasnya pun terengah-engah. Waktu berlalu cepat, Serigala turun takhta. (*)